Pembagian jenis Kata
I. PENDAHULUAN
Tata bahasa tradisional mengelompokkan kata atas sepuluh
jenis, yaitu:
1. Kata benda
atau nomina
2. Kata kerja
atau atau verba
3. Kata sifat
atau adjektiva
4. Kata ganti
atau pronomina
5. Kata
bilangan atau numeralia
6. Kata
keterangan atau adverbial
7. Kata
sambung atau konjungsi
8. Kata depan
atau preposisi
9. Kata
sandang atau artikel
10. Kata seru atau interjeksi
Penggolongan jenis kata tersebut di atas berdasarkan arti
yang didukungnya. Arti yang dimaksud harus dipikirkan secara filosofis. Cara
keja Aristoteles tersebut selalu mendapat sorotan dari para ahli tata bahasa.
Pada abad XVI, seorang ahli tata bahasa Spanyol, Sanches de las Brozas, telah
mengemukakan suatu pembagian jenis kata yang rasional dan structural, yaitu:
nomen, verbum, dan particular. Tetapi kemudian, dalam abad XIX para ahli tata
bahasa Barat lainnya kembali lagi ke dalam alam pikiran Yunani-Latin, dan
mengemukakan sepuluh jenis kata seperti tersebut di atas.
Oleh karena ditemukan berbagai kelemahan pembagian jenis
kata menurut tata bahasa tradisional seperti kata ganti sebagai suatu jenis
kata yang sebenarnya adalah kata benda karena hanya menggantikan kata benda
dalam keadaan tertentu, menyebabkan para ahli linguistic modern mencari jalan
keluar. Mereka cenderung membuat penggolongan jenis kata yang lebih kecil
seperti menggolongkan kata atas empat jenis, yaitu:
1. Kata benda atau nomina
2. Kata kerja atau verba
3. Kata sifat atau
adjektiva
4. Kata tugas ( Function
Word)
Pembagian jenis kata tersebut di atas, berdasarkan bentuk
atau struktur morfologinya. Dasar bentuk ini, menyangkut (1) kesamaan morfem,
yang membentuk kata, dan (2) kesamaan cirri atau sifat dalam membentuk kelompok
kata (frase) (Keraf, 1980: 83).
Pembagian jenis kata dalam bahasa Indonesia menurut S.
Takdir Alisjahbana (1954: 95-96) sebagai berikut:
1. Kata benda atau
subtantiva, di dalamnya termasuk kata ganti atau pronominal.
2. Kata kerja atau verba.
3. Kata keadaan atau
adjektiva, di dalamnya termasuk kata bilangan atau numeralia.
4. Kata sambung atau
konjungsi, di dalamnya termasuk kata depan atau preposisi.
5. Kata seru atau
interjeksi.
Partikel (-lah, -kah, dan -pun) dibicarakan dalam kelompok
akhiran.
Dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1992: 76-249)
ditemukan pembagian jenis kata sebagai berikut:
1. Verba
2. Nomina, pronominal,
dan numeralia
3. Adjektiva
4. Adverbia
5. Kata tugas
1) Preposisi
2) Konjungsi
3) Interjeksi
4) Artikel
5) Partikel
Dalam pembagian jenis kata bahasa Bugis, penulis mengacu
pada pembagian jenis kata yang tercantum dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia seperti yang tersebut di atas, tetapi penulis membicarakan tersendiri
pronominal dan numeralia, dan juga mengubah susunannya sehingga menjadi sebagai
berikut.
1. Kata benda atau nomina
2. Kata kerja atau verba
3. Kata sifat atau
adjektifa
4. Kata ganti atau
pronomina
5. Kata bilangan atau
numeralia
6. Kata keterangan atau
adverbia
7. Kata tugas atau
function word
1) Kata depan atau
preposisi
2) Kata penghubung atau
konjungsi
3) Kata seru atau
interjeksi
4) Kata sandang atau
artikel
5) Partikel
II. PEMBAHASAN
A. Kata Benda atau Nomina
Untuk menentukan kata benda dari jenis kata lainnya,
digunakan kriteria (1) ciri morfologis, (2) ciri sintaksis, (3) ciri semantis.
1. Ciri Morfologis
Ciri morfologis kata benda mencakup (1) afiksasi dan (2)
klitisasi.
a) Afiksasi
Kata yang berafiksasi sebagai berikut, termasuk jenis kata
benda.
1) Prefiks
Pa- , misalnya:
Pattaneng
‘penanam’
Parampoq
‘perampok’
Pattudang
‘penerima tamu’
Paqduppa
‘pengundang’
Paqgere
‘pemotong’
Pappa- dan pappe-, misalnya:
Pappalalo
‘perizinan’
Pappedeceng
‘kebaikan’
Pappejaq
‘kejahatan’
Pappakatulutulu
‘penipuan’
Pappaka-, missalnya:
Pappakatajang
‘penerangan’
Pappakatuna
‘penghinaan’
Pappakatanre
‘peninggian’
Pappakacommoq
‘penggemukan’
Pappakaleqbi
‘pemuliaan’
Pappasi-, misalnya:
Pappasiala
‘pemecah belah’
Pappasiereq
‘pemersatu’
Pappasisumpung
‘penghubung’
Pappasidapi ‘penyampai’
Passi-, misalnya:
Passidapi ‘penyambung’
Passiuno ‘pemberani
dalam pembunuhan’
Passigajang ‘pemberni
dalam penikaman’
Semua prefix tersebut di atas, berintikan unsur pa-.
2) Infiks
-ar-, misalnya:
Gareqge ‘gergaji’
-al-, misalnya:
Galenrung ‘sejenis
bunyi lemparan’
3) Sufiks
-eng, misalnya:
Tudangeng ‘tempat
duduk’
Lewureng ‘tempat
tidur’
Tanengeng ‘bibit
tanaman’
4) Konfiks
a- … -eng,
misalnya:
Aleqbireng ‘kemuliaan’
Atajangeng ‘keterangan’
Apettung ‘keputusan’
Appa- … -eng, misalnya:
Appaqbeneng
‘alat urusan memperisterikan’
Appaqduangeng ‘pemusyrikan’
Appaqdepu-repung
‘penghematan’
Apparengngerangeng ‘peringatan’
Appasi- … -eng, misalnya:
Appasisalang ‘hal tentang perselisihan’
Appasibokoreng ‘hal tentang perseteruan’
Appasidapireng ‘hal tentang persambungan’
Assi- … -eng, misalnya:
Assisalang ‘perselisihan’
Assobokoreng ‘perseturuan’
Assidapireng ‘persambungan’
b) Klitisasi
Klitisasi dalam hal ini berupa enklitik yang menyatakan
milik, juga menjadi ciri jenis kata benda.
-na, misalnya:
Sagenana ‘kelonggarannya’
Siriqna ‘malunya’
Riona ‘gembiranya’
-mu, misalnya:
Sussamu ‘susahmu’
Riomu ‘gembiramu’
Sukkuruqmu ‘syukurmu’
-ku, misalnya:
Eloku ‘mauku’
Rioku ‘gembiraku’
Saraku ‘sedihku’
2. Ciri Sintaksis
Ciri sintaksis kata benda dapat ditemukan dalam
struktursebagai berikut:
a) Semua
kata yang dapat diterangkan dengan kata sifat sehingga membentuk frase benda,
digolongkan sebagai kata benda, misalnya:
Tau deceng ‘orang baik’
KB KS
Anging maraja ‘angin kencangn’
KB KS
Wanua battoa ‘kampung besar’
KB KS
b) Semua kata
yang dapat menempati objek kata kerja transitif digolongkan kata benda.
… Maqbaca boq… ‘membaca buku’
KK KB
… Maqbaluq beppa… ‘menjual kue’
KK KB
… Melli peqje… ‘membeli garam’
KK KB
3. Ciri semantik
Jika diperhatikan secara seksama kategori kata benda, maka
dapat disadari bahwa di balik kata itu terkandung pula konsep semantis
tertentu. Misalnya:
Bola ‘rumah’: memiliki ciri semantis yang mengacu ke lokasi
Uleng ‘bulan’: memiliki ciri semantis yang mengacu ke waktu
Wase ‘kapak’: memiliki ciri semantis yang mengacu kea lat
untuk mendorong benda yang besar.
Pappalengngi ‘pelicin’: mengacu kepada alat yang dapat
melicinkan sesuatu
Jika ada kalimat yang melanggar ciri semantis seperti
tersebut di atas, maka kalimat itu aka ditolak, misalnya:
*Piso ipake matteqbang aju.
‘Pisau dipakai menebang pohon kayu.’
*Wase ipake makkireq beppa.
‘kapak dipakai mengiris kue’
*Bola mattaneng ase.
‘rumah menanam padi.’
B. Kata Kerja atau
Verba
Untuk menentukan apakah suatu kata termasuk kata kerja atau
tidak, ditempuh cara seperti yang dilakukan pada kata benda, sebagai berikut.
1. Ciri
Morfologis
Ciri morfologis kata kerja mencakup (1)afiksasi dan (2)
klitisasi.
a) Afiksasi
Semua kata berafiksasi sebagi berikut, termasuk jenis kata
kerja.
1) Prefiks
Ma-, misalnya:
Maruki
‘menulis’
Maqdareq
‘berkebun’
Maqbengkung
‘mencangkul’
Mallempa
‘memikul’
Mappasipulung ‘mengumpulkan’
Mangelli
‘membeli’
a-, misalnya:
aqdekeng
‘berhitung’
aqjama
‘bekerja’
allotting
‘berkelahi’
aruki
‘menulis’
ri-, misalnya:
riala
‘diambil’
risuro
‘disuruh’
ritaro
‘ditaruh’
2) Sufiks
-I, misalnya:
Itai ‘lihat’
Engkalingai
‘dengarkan’
Kapeseqi ‘rabai’
b) Klitisasi
Kata yang dilekati klitik dalam hal ini proklitik yang
berperan sebagai pelaku, tergolong kata kerja.
u-, misalnya:
uala ‘kuambil’
usappa ‘kucari’
ubaluq ‘kujual’
mu-, misalnya:
muita ‘kaulihat’
muakka ‘kauangkat’
muelli ‘kaubeli’
ta-, misalnya:
taita ‘kaulihat’
(bentuk hormat)
taakka ‘kau angkat’
na-, misalnya:
nabaca ‘dia baca’
nauki ‘dia tulis’
naelli ‘dia beli’
2. Ciri
Sintaksis
Ciri sintaksis kata kerja dapat ditemukan dalam struktur
sebagai berikut:
a) Semua
kata yang dapat diiringi dengan kata sibawa = kata sifat yang tergolong kata
kerja, misalnya:
Padangngi sibawa madeceng ‘beri tahukan dengan baik’
KK
Werengngi sibawa cenning ati ‘berikan dengan ikhlas’
KK
b) Semua
kata yang dapat diiringi oleh kata-kata yang mengisyaratkan waktu pelaku
seperti di bawah ini.
Mattengngang, misalnya:
Mattengngang manre ‘sedang makan
KK
Mattengngang menung ‘sedang minum’
KK
Mattengngang tudang ‘sedang duduk’
KK
Pura, misalnya:
Pura rekeng ‘sudah hitung’
KK
Pura cemme ‘sudah mandi’
KK
Pura lewu ‘sudah baring’
KK
Melo, misalnya:
Melo cenga ‘mau menengadah’
KK
Melo giling ‘mau menoleh’
KK
Melo menung ‘mau minum’
KK
3. Ciri
Semantis
Fungsi utama kata kerja ialah sebagai predikat atau sebagai
inti predikat dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain.
Kata kerja mengandung berbagai dasar makna dasar, misalnya:
Lari ‘lari’: mengandung mkna perbuatan
Malleqpoq ‘meledak’: mengandung makna proses
Matinro ‘tidur’: mengandung makna keadaan
Makna kata kerja tersebut di atas dapat dilihat, yang
berfungsi sebagai predikat atau inti predikat, pada kalimat di bawah ini.
Tau ero mattengngang lari ‘orang itu sedang lari’
Bang oto malleqpoq ‘ban mobil meledak’
Anaq-anaq ero matinro tongeng ‘anak-anak itu tidur betul’
4. Transposisi
Kata-kata kerja pun dapat dipindahkan jenisnya ke jenis kata
lain dengan bantuan morfem terikat, misalnya:
Menung ‘minum’ menjadi parenung ‘peminum’ atau enungeng
‘tempat minum
KK
KB
KB
Demikian juga sebaliknya, jenis kata lain dapat dialihkan
menjadi jenis kata kerja, misalnya:
Elong ‘nyanyian’ menjadi makkelong ‘menyanyi’
KB
KK
Bola ‘rumah’ menjadi maqbola ‘membuat rumah’.
KB
KK
C. Kata Sifat atau
Adjektiva
Untuk menentukan apakah suatu kata termasuk kata sifat atau
tidak, ditempuh cara seperti yang dilakukan pada kata benda atau kata kerja,
sebagai berikut.
1. Ciri
Morfologis
Dari segi ciri morfologis atau bentuk, kata sifat bahasa
Bugis dapat berbentuk, misalnya:
Si-battoa-battoa-na
‘se-besar-besar-nya’
Si-sakka-sakka-na
‘se-lebar-lebar-nya
Si-lampe-lampe-na
‘se-panjang-panjang-nya’
Si-kessing-kessing-na ‘se-baik-baik-nya’
Si-jaq-jaq-na
‘se-buruk-buruk-nya’
Si-taneq-taneq-na
‘se-berat-berat-nya’
Si-ringeng-ringeng-na ‘se-ringan-ringan-nya’
Si-cenning-cenning-na ‘se-manis-manis-nya’
Si-paiq-paiq-na
‘se-pahit-pahit-nya
Si-pute-pute-na
‘se-putih-putih-nya
Si-bolong-bolong-na ‘se-hitam-hitam-nya
Jadi, kata battoa, sakka, lampe, kissing, jaq, taneq,
ringeng, cenning, paiq, pute, dan bolong termasuk jenis kata sifat dalam bahasa
Bugis.
Dalam cerita lama ditemukan rangkaian kata: joppani
si-joppa-joppa-na ‘ia berjalan ke mana-mana’. Kata joppa (yang pertama) adalah
kata kerja, sedangkan kata joppa-joppa yang diapit oleh si- dan –na hanya
bersifat menerangkan.
Juga kata yang mengandung afiks sebagai berikut termasuk
jenis kata sifat.
Ta- (taG-, tappa-, takka-), mari-, maqdi-, ka-…-ang
Misalnya:
Tattahang
‘tertahan’
Tasseleng
‘terkejut’
Taqgappo
‘tertumbuk’
Tappaliweng ‘terlanjur’
Takkapepeq ‘terkepepet’
Mariolo
;terdepan’
Mariwiring ‘terpinggir’
Magdimunri ‘kemudian’
Maqdiolo
‘lebih dahulu’
Kaporeang ‘keunggulan’
Kapujiang ‘kepujian’
2. Ciri
Sintaksis
Dari segi frase, kata sifat dapat diterangkan oleh
kata-kata: kaminang ‘paling’, leqbi ‘lebih’, siseng ‘sekali’.
Misalnya:
Kaminang battoa ‘paling besar’
Leqbi
battoa ‘lebih
besar’
Battoa siseng
‘besar sekali’
Kaminang baiccuq ‘paling kecil’
Leqbi
baiccuq ‘lebih kecil’
Baiccuq siseng
‘kecil sekali’
Kaminang tanre ‘paling tinggi’
Leqbi
tanre
‘lebih tinggi’
Matanre siseng
‘tinggi sekali’
3. Ciri
Semantik
Kata sifat atau adjektiva dapat juga dikenal dengan ciri
gradasi semantisnya, seperti berikut.
Baiccuq
‘kecil’
Baiccu-iccuq
‘kecil-kecil’
Baiccuq
laqdeq
‘kecil sekali’
Kaminang
baiccuq
‘paling kecil’
Mapute
‘putih’
Mapute-pute
‘putih-putih’
Ma[ute
laqdeq
‘putih sekali’
Kaminang
mapute
‘paling pute’
Sogi
‘kaya’
Sogi-sogi
‘kaya-kaya’
Sogi
laqdeq
‘kaya sekali’
Kaminang
sogi
‘paling kaya’
Sogi
tallangka-langka ‘kaya raya’
Jadi, kata baiccuq, mapute, sogi, adalah jenis kata sifat.
4. Transposisi
Semua kata yang tergolong dalam kata sifat dapat berpindah
jenis ke jenis kata lain dengan bantuan morfem terikat, misalnya:
Pute ‘putih’ menjadi mapute ‘menjadikan putih’, pappute ‘pemutih’,
pappapute
KS
KK
KB
KB
‘alat untuk memutihkan’
Demikian juga sebaliknya, jenis kata lain dapat dipindahkan
menjadi jenis kata sifat, misalnya:
Ukka ‘buka’ menjadi taqbukka ‘terbuka
KK
KS
Pere ‘geser’ menjadi tappere ‘bergeser’
KK
KS
Rempeq ‘lontar’ menjadi taqdempeq ‘terpelanting’
KK
KS
D. Kata Ganti atau
Pronomina
Jika ditinjau dari segi artinya, kata ganti atau pronominal
ialah kata yang dipakai untuk mengacu ke suatu nomina. Nomina Ali dapat diacu
dengan pronominal alena ‘ia’. Bentuk –na pada Ali mapeqdi ajena ‘Ali sakit
kakinya’, mengacu ke kata Ali
Jika dilihat dari segi fungsinya, dapat dikatakan bahwa
pronominal atau kata ganti menduduki posisi yang umumnya diduduki oleh nomina
atau kata benda, seperti subjek, objek, dan dalam jenis kalimat tertentu juga
predikat.
Ada tiga macam kata ganti dalam bahasa Bugis, yaitu (1) kata
ganti persona, (2) kata ganti petunjuk, dan (3) kata ganti penanya.
(1) Kata Ganti Persona
a) Kata ganti persona
pertama
1) Persona pertama
tunggal
Iyaq ‘saya’, misalnya:
Iyaq maruki ‘saya menulis’
Aleku ‘diri saya’, misalnya:
Aleku molli ‘diri saya memanggil’
u- ‘ku-‘, misalnya:
ualai paqbura ‘kuambil ia obat’
-aq ‘saya’, misalnya:
Alakkaq ‘berikan saya
-ku ‘ku-‘, misalnya:
Bolaku ‘rumahku
Bentuk u- adalah proklitik, sedangkan bentuk –aq dan –ku
adalah bentuk enklitik. Bentuk enklitik –ku menyatakan milik atau kepunyaan.
2) Persona pertama jamak
Idiq ‘kita’, misalnya:
Idiq malai ‘kita mengambilnya’
Ta- ‘kita’, misalnya:
Talao ‘kita pergi’
Talaona ‘kita pergilah’
Talao bawanna ‘kita pergi saja’
-ta ‘kita’, misalnya:
Bolata ‘;rumah kita’
Jamatta ‘pekerjaan kita’
Aleta ‘diri kita’
Bentuk ta- adalah proklitik yang bervariasi dengan bentuk
idiq sebagai bentuk bebas. Bentuk –ta adalah enklitik yang menyatakan milik.
b) Kata ganti persona
kedua
1) Persona kedua tunggal
Iko ‘engkau’, misalnya:
Iko lao ‘engkau pergi’
Laono iko ‘pergilah engkau’
Iko malai ‘engkau mengambilnya’
Idiq ‘engkau’ (hormat), misalnya:
Joppaniq idiq ‘berangkatlah Anda’
Idiqna ‘engkaulah’
Idiq lolongengngi ‘engkau menemukannya’
2) Persona kedua jamak
Untuk kata ganti persona kedua jamak, juga digunakan kata
iko atau idiq, tetapi hanya diiringi dengan kata maneng atau kata pada yang mendahuluinya,
yang berarti ‘semua’, misalnya:
Iko maneng (pada iko) parellu maqguru ‘engkau semua perlu
belajar’
Iko maneng (pada iko) jamai ‘engkau semua mengerjakannya’
Idiq maneng (pada idiq) massumpung lolo ‘kita semua
berkeluarga’
c) Kata ganti persona
ketiga
Kata ganti persona ketiga sama halnya dengan kata ganti
persona kedua, yaitu ada yang mengacu pada persona tunggal dan ada yng mengacu
pada persona jamak.
1) Persona ketiga tunggal
Ia (alena) ‘ia, dia’, misalnya:
Ia (alena) malai ‘ia mengambilnya’
Ia taroi ‘ia menyimpannya’
Ia memeng ‘ia memang’
-na ‘-nya’, misalnya:
Bolana ‘rumahnya’
Jamanna
‘pekerjaannya’
Carana ‘caranya’
Bentuk –na adalah enklitik yang menyatakan
milik.
2) Persona ketiga jamak
Untuk kata ganti persona ketiga jamak, juga digunakan kata
alena, tetapi hanya diiringii ‘ dengan kata maneng atau kata pada yang
mendahuluinya, yang berarti ‘semua’, misalnya:
Alena maneng (pada alena) malai ‘mereka semua mengambilnya’
Bentuk enklitik –na di samping menyatakan milik persona
ketiga tunggal, juga digunakan untuk menyatakan milik persona ketiga jamak,
misalnya:
Jamanna ‘pekerjaannnya’
(2) Kata Ganti Petunjuk
Kata ganti petunjuk dalam bahasa Bugis ada tiga macam, yaitu
(1) kata ganti petunjuk umum, (2) kata ganti petunjuk tempat, dan (3) kata
ganti petunjuk ihwal.
a) Kata ganti petunjuk umum
Kata ganti petunjuk umum ialah: iyae ‘ini’, iyatu ‘itu’,
iyaro ‘sana’, dan anu ‘anu’.
Iyae: mengacu ke acuan yang dekat pada pembicaraan atau ke
masa sekarang, misalnya:
Iyae bola e maloppo ‘ini rumah besar’
Iyae wettu e, wettu paqbosing ‘ini waktu, waktu penghujan’
Iyatu: mengacu ke acuan yang agak jauh dari pembicara atau
yang dekat pada lawan bicara ataukah ke masa lampau, misalnya:
Iyatu muala ‘itu kauambil’
Iyatu wettu e, wettu serang ‘itu waktu, waktu kemarau’
Iyaro: mengacu ke acuan yang jauh, baik dari pembicara
maupun dari lawan bicara, ataukah ke masa yang lampau, misalnya:
Iyaro bola e, bola loppo ‘Di sana rumah itu, rumah besar’
Iyaro wettu e, wettu engngalang ‘waktu itu, waktu menuai’
Anu (yanu): mengacu ke acuan yang tidak dapat
disebutkan karena lupa atau karena tidak mau disebutkan, misalnya:
Anu naelli iwenniq ‘Anu dibeli kemarin’
Yanu naewa sibawa ‘Si ani dilawan bersama’
Kata ganti anu mengacu pada benda, sedangkan yanu mengacu
pada orang.
b) Kata ganti petunjuk tempat
Kata ganti penunjuk tempat dalam bahasa Bugis ialah: kuae
‘sini’, kuatu ‘situ’, dan kuaro ‘sana’. Perbedaan diantara ketiganya berdasar
pada tempat pembicara. Yang dekat digunakan kuae ‘sini’, yang agak jauh
digunakan kuatu ‘situ’, yang jauh digunakan kuaro ‘sana’. Karena kata-kata ini
menunjuk tempat atau lokasi, kata ganti itu sering digunakan dengan preposisi
pengacuan arah: ploe ‘dari’, lao ‘pergi’, ri ‘di’.
Misalnya:
Kuae mutaro ‘di sini kausimpan’
Pole kuae ‘dari sini’
Kuatu muolli ‘disitu kaupanggil’
Lao kuatu ‘pergi ke situ’
Kuaru mutaneng ‘di sana kautanam’
Pole kuaro ‘dari sana
c) Kata ganti petunjuk ihwal
Kata ganti penunjuk ihwal (perihal) dalam bahasa Bugis
ialah: makkuae ‘begini’, dan makkuatu ‘begitu’, juga makkuaro ‘demikian’,
misalnya:
Makkuae sabaqna ‘begini sebabnya’
Makkuatu accappurenna ‘begitu akhirnya’
Makkuaro pada napoji e ‘begitu semua disukai’
Selain ketiga kata penunjuk tersebut di atas, walaupun tidak
dapat disebut kata ganti ada juga kata yang digunakan untuk menegaskan hubungan
bagian sebelumnya dengan bagian yang berikutnya, yaitu kata kuaena ‘yakni’,
misalnya:
Maega bua-bua ibaluq ri pasa e, kuaena: panasa, pao, sibawa
mannike
‘banyak buah-buahan dijual di pasar itu, yakni: nangka,
mangga, dan semangka.
Maega manuq-manuq ri aleq e, kuaena: bekku, dangnga, sibawa
dongi.
Banyak burung-burung di hutan, yakni: tekukur, nuri, dan
pipit.
(3) Kata Ganti Penanya
Kata ganti penanya adalah kata ganti yang dipakai sebagai
alat penanya untuk mengetahui sesuatu. Dari segi maknanya, yang ditanyakan
dapat berupa (1) orang, (2) barang, atau (3) pilihan. Kata ganti penanya yang
dimaksud adalah sebagai berikut.
Niga ‘siapa’: dipakai untuk menanyakan orang atau nama
orang, misalnya:
Niga yaro? ‘siapa itu?’
Aga ‘apa’: dipakai untuk menanyakanbarang, misalnya:
Aga muelli? ‘apa kaubeli?’
Aga nasappa? ‘apa dia cari?’
Kega ‘mana’: diapaki untuk menanyakan pilihan, misalnya:
Kega mupoji? ‘mana kausukai?’
Disamping ketiga kata ganti tersebut di atas, ada kata
penanya yang lain, meskipun bukan kata ganti, yaitu: (1) magi ‘mengapa’, (2)
uppanna ‘kapan’, (3) kegi ‘di mana’, (4) pekkogi ‘bagaimana’, (5) siaga
‘berapa’, misalnya:
Magi mumacai? ‘kanapa kaumarah?’
Uppanna mulao sompeq ‘kapan kaupergi berlayar?’
Kegi mutaro boqmu? ‘di mana kausimpan bukumu?’
Siaga ellina? ‘berapa harganya?’
E. Kata Bilangan
atau Numeralia
Kata bilangan atau numeralia ialah kata yang digunakan untuk
menghitung banyaknya maujud (orang, binatang, atau barang) dan konsep. Frase
seperti: dua ngngesso ‘dua hari’, tellu mpuleng ‘tiga bulan’, lima ttaung ‘lima
tahun’, taung madua e ‘tahun kedua’, dan siaga-siaga masaala ‘beberapa masalah’
menhgandung kata bilangan, yaitu: dua ‘dua’, tellu ‘tiga’, lima ‘lima’, madua e
‘kedua, dan siaga-siaga ‘beberapa’, misalnya:
Dua ngngesso maqjama ‘dua hari bekerja’
Tellu mpenni laona sompeq ‘tiga malam perginya berlayar’
Lima ttaung jancinna ‘lima tahun janjinya’
Taung madua e makkukuae ‘tahun kedua yang sekarang’
Siaga-siaga masaala nasalai ‘beberapa masalah ditinggalkan’
Pada dasarnya dalam bahasa Bugis terdapat tiga macam kata
bilangan, yaitu: (1) kata bilangan pokok yang member jawaban atas pertanyaan
siaga? ‘berapa?’, (2) kata bilangan tingkat yang member jawaban atas pertanyaan
ia masiaga e? ‘yang keberapa?’, dan (3) kata bilangan pecahan.
1. Kata
bilangan pokok
a. Kata bilangan
pokok tentu
0 = noloq
1 = seqdi
2 = dua
3 = tellu
4 = eppa
5 = lima
6 = enneng
7 = pitu
8 = arua
9 = asera
10 = seppulo
11= seppulo seqdi
dan sterusnya
b. Kata bilangan pokok
tidak tentu
Maega ‘banyak’, ceddeq ‘sedikit’, dan iyamaneng ‘semua’,
contoh penggunaannya:
Maega bola ri kampong ero ‘banyak rumah di kampong itu’
Ceqdeq bawang tau maqjama ‘sedikit saja orang bekerja’
Iyamaneng pakkampong e pada engkani sipulung
‘semua penduduk sudah satang berkumpul’
2. Kata
bilangan tingkat
Kata bilangan pokok dapat diubah menjadi kata bilangan
tingakat. Cara mengubahnya ialah dengan menambahkan unsure ma-…-(e). khusus
bilangan pokok seqdi ‘satu’ dipakai juga istilah mammulang (e) ‘pertama’
disamping maseqdi (e)’kesatu’, misalnya:
Maseqdi(e) ‘kesatu’ atau mammulang(e) ‘pertama’
Madua(e) ‘kedua’
Matellu(e) ‘ketiga’
Malima(e) ‘kelima’
Maenneng(e) ‘keenam’
Mapetu(e) ‘ketujuh’
Marua(e) ‘kedelapan’
Masera(e) ‘kesembilan’
Maseppulo(e) ‘kesepuluh’
Maseppuloe(e) seqdi ‘kesebelas’
dan seterusnya.
3. Kata
bilangan pecahan
Kata bilangan pecahan dalam bahasa Bugis adalah sebagai
berikut:
- sitengnga atau tawa dua
- tawa tellu atau bage tellu (na)
- tawa eppa atau siparapeq atau bage eppaq (na)
- tawa lima
- tellu parapeq
- dua bagiang pole ri (ki) tawa enneng e
- sibagiang pole ri (ki) tawa seppulo e.
dan seterusnya
F. Kata Keterangan
atau Adverbia
Kata keterangan atau adverbial adalah kata yang member
keterangan pada kata kerja, kata sifat, kata benda predikatif (nomina
predikatif), atau kalimat. Comtoh penggunaannya dalam kalimat sebagai berikut.
Maelokaq mapperi-peri lesu ‘saya mau lekas-lekas pulang’
Kata mapperi-peri ‘lekas-lekas’ adalah kata keterangan yang
menerangkan kata kerjakerja lesu.
Tau ero makkesing laddeq ‘orang itu baik sekali’
Kata laddeq ‘sangat’ adalah kata keterangan yang menerangkan
kata sifat makessing.
Kakakuq paqgalummi ‘kakak saya cuma petani’
Kata mi ‘cuma’ (yang dirangkaikan dengan kata sebelumnya)
adalah kata keterangan yang menerangkan nomina predikatif paqgalung ‘petani’.
Sikessing-kessingna lesu bawanno ‘sebaik-baiknya pulang
saja’
Kata sikessing-kessing ‘sebaik-baiknya’ adalah kata
keterangan yang menerangkan kalimat lesu bawanno ‘pulang saja’.
Kata keterangan dalam bahasa Bugis dapat diidentifikasikan
dengan memperhatikan (bentuk), (2) struktur sintaksis, (3) maknanya.
1. Bentuk
keterangan
a. Yang
monomorfemis
Misalnya:
Laqdeq ‘keras’
Leqbi ‘lebih’
Sennaq ‘terlalu, sekali’
b. Yang polimorfemis
Misalnya:
Mammekko-mekko ‘diam-diam’
Masittaq-sittaq ‘cepat-cepat’
Ati-ati ‘hati-hati’
Sitanre-tanrena ‘setinggi-tingginya’
Silamung-lamunna ‘sedalam-dalamnya’
Mate-mateang ‘mati-matian’
Mammaging-maging ‘mudah-mudahan’
2. Struktur
sintaksis keterangan
Dari segi struktur sintaksis, kata keterangan dapat
mendahului atau mengikuti kata yang diterangkan, misalnya:
Matanre laqdeq ‘tinggi sekali’
Malasa laqdeq ‘sakit keras’
Leqbi panceq ‘lebih rendah’
Majaq sennaq ‘jelek sekali’
Masittaq-sittaq lesu ‘cepat-cepat pulang’
Lesu masittaq-sittaq ‘pulang cepat-cepat’
Mapperi-peri joppa ‘tergesa-gesa berjalan’
Joppa mapperi-peri ‘berjalan tergesa-gesa’
Ajaq muapperi-peri joppa! ‘jangan kautergesa-gesa berjalan’
Magi mumasittaq-sittaq lesu? ‘kanapa kaucepat-cepat pulang?’
Kata leqbi, laddeq, sennnaq, masittaq-sittaq, dan
mapperi-peri adalah kata keterangan.
3. Makna
kata keterangan
Makna kata keterangan adalah ditinjau dalam kaitannya dengan
unsur lain pada suatu struktur (kaitan relasional). Makna relasional kata
keterangan dapat dilihat, baik pada frase maupun pada klausa atau kalimat.
Frase makessing laqde ‘sangat cantik’, kata makessing
‘cantik’ adalah inti dan laqde ‘sangat’ menjadi pewatasnya, deikian jufa frase
toil pole ‘sering datang’, kata pole ‘datang’ adalah inti dan toli ‘sering’
menjadi pewatasnya.
Frase makessing laqde ‘sangat cantik’ adalah frase sifat,
sedangkan toil pole ‘sering datang’ adalah frase kerja. Kata laqde ‘sangat’
adalah kata keterangan pewatas kata sifat, sedangkan kata toil ‘sering’ adalah
kata keterangan pewatas kata kerja.
Kata keterangan pewatas kata sifat, misalnya:
Kurang ‘kurang’
Leqbi ‘lebih’
Laqdeq ‘keras sekali’
Siseng ‘sekali’
Makkuaro ‘begitu’
Kata keterangan pewatas kata kerja, misalnya:
Toli ‘sering’
Wettu-wettu ‘sewaktu-waktu’
Pura ‘sudah’
Paulle ‘mungkin’
Kata keterangan yang jangkauannya meliputi seluruh kalimat
atau klausa tidak terikat pada batas frase. Kata keterangan jenis itu biasanya
dapat berpindah tempat dalam kalimat, misalnya:
Biasanna lesu I tetteq dua ‘biasanya ia pulang jam dua’
Lesu I biasanna tetteq dua ‘ia pulang biasanya jam dua’
Lesu I tetteq dua biasanna ‘ia pulang biasanya jam dua’
Kata biasanna adalah kata keterangan.kata keterang seperti
biasanna ‘biasanya’ adalah sitongenna ‘sebenarnya’, sikessinna ‘sebaiknya’,
samanna ‘rupanya, agaknya’.
G. Kata Tugas
Disamping nomina, verba, adjektiva, dan adverbial, masih ada
jenis kata lain yang mempunyai ciri khusus. Jenis kata yang dimaksud adalah
kata tugas. Kata seperti ri ‘di, ke, dari’, silaong ‘dan, dengan, serta’
termasuk jenis kata tugas.
Ciri kata tugas dapat dilihat sebagai berikut:
1. Ciri
Morfologis
Hampir semua kata tugas tidak dapat mengalami perubahan
bentuk. Jika dari jenis nomina dareq ‘kebun’ kita dapat mengubahnya menjadi
paqdareq ‘tukang kebun’, pappaqdareq ‘pengelola kebun’; dari jenis verba uki
‘tulis’ kita dapat mengubahnya menjadi maruki ‘menulis’, paruki ‘alat menulis’;
dari kata tugas seperti ri ‘di, ke, dari’, paleq ‘lah’, muto ‘juga’, tidak
dapat menurunkan kata lain. Beberapa perkecualian, kata tugas seperti sabaq
‘sebab’, lettuq ‘sampai’, dapat berubah menjadi kata lain: nasabari
‘menyebabkan’, assabareng ‘penyebab’, mappalettuq ‘menyampaikan’, pappalettuq
‘penyampaian’.
2. Ciri
Sintaksis
Ciri sintaksis kata tugas dalam bahasa Bugis adalah sebagai
berikut:
a. Tidak dapat
menempati posisi subjek dalam pola kalimat S-P
Ero masekkang ‘itu ganas’
b. Dapat menduduki posisi
perluasan subjek
Buaja emmi masekkang ‘buaya saja yang ganas’
c. Tidak dapat
menempati posisi predikat dalam pola kalimat
Buaja ero paleq ‘Buaya itu rupanya’
d. Dapat menempati posisi
perluasan predikat
Buaja ero masekkang tongeng ‘Buaya itu ganas
betul’
e. Dapat bersifat eksklusif
dalam posisi intrakalimat
Makkoniro, caritana la Beu ‘begitulah, ceritanya La Beu’
f. Dapat berada
pada posisi antarklausa
Maelo mui lao narekko maccoe I anrinna ‘mau saja ia pergi
jika mengikut adiknya’
g. Tidak dapat menjadi
inti dalam frase endosentrik, hanya dapat menjadi unit atribut, misalnya:
Buaja e ‘buaya itu’
Masekkang lanreq ‘ganas sekali’
Frase tersebut adalah frase endosentrik karena mempunyai
distribusi yang sama dengan salah satu unsurnya, yaitu buaj dan masekkang.
Buaja dan masekkang adalah unit inti, sedangkan e dan lanreq adalah unit
atributif.
h. Tidak dapat menjadi
penanda dalam frase eksosentrik, hanya dapat menjadi penanda, misalnya:
Ri bolana ‘di rumahnya’
Frase tersebut ada;ah frase eksosentrik karena tidak mempunyai
distribusi yang sama dengan salah satu atau semua unsurnya: bolana menduduki
posisi petanda, sedangkan kata tugas ri ‘di’ hanya menduduki posisi penanda.
3. Ciri
Semantis
Berbeda dengan nomina, verba, adjektiva, dan adverbial, kata
tugas hanya mempunyai arti gramatikal, tidak memiliki arti leksikal. Hal ini
berarti bahwa arti suatu kata tugas ditentukan bukan oleh kata itu secara
tersendiri atau secara lepas, tetapi oleh kaitannya dengan kata lain dalam
frase atau kalimat. Sebagai contoh, jika untuk nomina seperti bola ‘rumah’ kita
dapat memberika arti berdasarkan kodrat kata itu sendiri benda tang terdiri
atas lantai, dinding, atap, dan sebagainya, utnutk kata tugas tidak berkeadaan
seperti itu. Kata tugas seperti ri ‘di, ke, dari’ mempunyai arti bila
dirangkaikan dengan kata lain, misalnya:
Monro ri bola e ‘tinggal ia di rumah itu’
Kata tugas dalam bahasa Bugis adalah jenis kata tertutup,
artinya tidak mudah terpengaruh oleh unsur asing. Tidak seperti halnya kata
lain di samping digunakan kata asseqding juga dipakai kata persatuang, kata
paqdennuang, dengan kata pengharapang.
Kita dapat berkesimpulan bahwa kata tugas ialah kata yang
tugasnya semata-mata memungkinkan kata lain berperanan dalam kalimat.
4. Klasifikasi
Kata Tugas
Berdasarkan peranannya dalam frase atau kalimat, kata tugas
dibedakan atas lima kelompok: (1) preposisi, (2) konjungsi, (3) interjeksi, (4)
artikel, (5) partikel.
a. Preposisi
Preposisi atau kata depan ialah istilah kata tugas yang
bertugas sebagai unsur pembentuk frase preposisional. Preposisional terletak
pada posisi awal frase, dan unsur yang mengikutinya dapat berupa nomina, verba,
atau adjektiva. Dengan demikian, dari nomina bola ‘rumah’, dari verba matinro
‘tidur’ atau adjektiva matoa ‘tua’ dapat kita bentuk frase preposisi ri bola e
‘di rumah’, mau matinro ‘meskipun tidur’, lettuq matoa ‘sampai tua’. Jenis
frase ini disebut frase eksosentrik.
Kata di, mau, lettuq adalah preposisi.
Engka i ri bola e ‘ia berada di rumah’
Mau mattinro, toil mannenna to ‘meskipun tidur, selalu
berbicara juga’
Lettuq matoa, de nataruba sipaqna ‘sampai tua, tidak
berubah sifatnya’
b. Konjungsi
Konjungsi atau kata penghubung ialah kata tugas yang
menghubungkan dua kata, frase, klausa atau lebih. Kata seperti nennia ‘dan’,
sibawa ‘dengan’, silaong ‘serta’, dan narekko ‘jika’ adalah konjungsi.
Reso nennia tinulu ‘kerja dan rajin’
Golla na kaluku ‘gula dan kelapa’
Temmangingngi sibawa asaqbarakeng ‘tidak jemu
dengan kesabaran’
Masemmmeng mpenni silaong more ‘demam malam serta
batuk kering’
Maelokaq lao narekko pajani bosie ‘saya mau pergi
jika hujan berhenti’
c. Interjeksi
Interjeksi atau kata seru ialah kata tugas yang merupakan
cetusan rasa hati manusia. Untuk mencetuskan perasaan heran, syukur, dan sedih
orang menggunakan kata tertentu di samping kalimat yang mengandung makna pokok
yang dimaksud.
Perasaan
heran, misalnya:
Astragfirullah, magi muakkoro! ‘astagfirullah, mengapa
begitu!’
Perasaan
syukur, misalnya:
Alhamdulillah, madisinno! ‘alhamdulillah, engkau dusah
sehat!’
Perasaan
sedih, misalnya:
Ya, agana igokengngi! ‘ya, mau diapakan!’
d. Artikel
Artikel atau kata sandang ialah kata tugas yang membatasi
makna jumlah nomina. Ada artikel yang bermakna tunggal dan ada yang bermakna
jamak atau kelompok.
Yang
bermakna tunggal
Ia: digunakan untuk mengiringi nama laki-laki, misalnya:
La Dulla, La Hasang, La taleqbeq
I: digunakan untuk mengiringi nama perempuan, misalnya:
I Sitti, I Becceq, I Sia
Yang
bermakna jamak
Yang bermakna jamak atau kelompok, biasa digunakan ikkeng
atau yamanenna, misalnya:
Ikkeng rupa tau e ‘kaum umat manusia’
Yamanenna paqbaluq e ‘semua penjual’
e. Partikel
Partikel yang biasa digunakan dalam bahasa Bugis ialah na
‘lah’, dan to ‘pun, juga’. Keadaannya seperti enklitik karena selalu dilekatkan
pada kata yang mendahuluinya, misalnya:
Ajaqna mujampangi wi! ‘jangan kau hiraukan’
Maegato yapparelluang ‘banyak juga yang dibutuhkan’
III. KESIMPULAN
Dalam pembagian jenis kata bahasa Bugis, penulis mengacu
pada pembagian jenis kata yang tercantum dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia seperti yang tersebut di atas, tetapi penulis membicarakan tersendiri
pronominal dan numeralia, dan juga mengubah susunannya sehingga menjadi sebagai
berikut.
1. Kata benda atau nomina
2. Kata kerja atau verba
3. Kata sifat atau
adjektifa
4. Kata ganti atau
pronomina
5. Kata bilangan atau
numeralia
6. Kata keterangan atau
adverbia
7. Kata tugas atau
function word
1) Kata depan atau
preposisi
2) Kata penghubung atau
konjungsi
3) Kata seru atau
interjeksi
4) Kata sandang atau
artikel
5) Partikel
DAFTAR PUSTAKA
Junus, H.A. M. 2004. Morfologi Bahasa Bugis. Makassar:
Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar.
0 komentar:
Posting Komentar
mohon kritik dan saran
tapi jangan kejam kejam amat yak.huhu