Kamis, 27 Februari 2014

Ciri Prosa Fiksi


Pengertian dan Ciri Prosa Fiksi
Prosa fiksi sebagai cerita rekaan bukan berarti prosa fiksi adalah lamunan kosong seorang pengarang. Prosa fiksi adalah perpaduan atau kerja sama antara pikiran dan perasaan. Fiksi dapat dibedakan atas fiksi yang realitas dan fiksi yang aktualitas. Fiksi realitas mengatakan: “seandainya semua fakta, maka beginilah yang akan terjadi. Jadi, fiksi realitas adalah hal-hal yang dapat terjadi, tetapi belum tentu terjadi. Penulis fiksi membuat para tokoh imaginatif dalam karyanya itu menjadi hidup. Fiksi aktualitas mengatakan “karena semua fakta maka beginilah yang akan terjadi”. Jadi, aktualitas artinya hal-hal yang benar-benar terjadi. Contoh: roman sejarah, kisah perjalanan, biografi, otobiografi.
Prosa selalu bersumber dari lingkungan kehidupan yang dialami, disaksikan, didengar, dan dibaca oleh pengarang. Adapun ciri-ciri prosa fiksi adalah bahasanya terurai, dapat memperluas pengetahuan dan menambah pengetahuan, terutama pengalaman imajinatif. Prosa fiksi dapat menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian dalam kehidupan. Maknanya dapat berarti ambigu. Prosa fiksi melukiskan realita imajinatif karena imajinasi selalu terikat pada realitas, sedangkan realitas tak mungkin lepas dari imajinasi. Bahasanya lebih condong ke bahasa figuratif dengan menitikberatkan pada penggunaan kata-kata konotatif. Selanjutnya prosa fiksi mengajak kita untuk berkontemplasi karena sastra menyodorkan interpretasi pribadi yang berhubungan dengan imajinasi.
Jenis-jenis Prosa
Berdasarkan pembagian sejarah sastra Indonesia, dikenal 2 macam sastra, yaitu sastra klasik dan sastra modern.
Sastra modern termasuk di dalamnya prosa baru yang mencakup roman, novel, novel populer, cerpen. Selanjutnya sastra klasik termasuk di dalamnya yaitu prosa lama yang mencakup cerita rakyat, dongeng, fabel, epos, legenda, mite, cerita jenaka, cerita pelipur lara, sage, hikayat, dan silsilah.
Roman adalah salah satu jenis karya sastra ragam prosa. Pengertian roman pada mulanya ialah cerita yang ditulis dalam bahasa Romana. Dalam perkembangannya kemudian, roman berupa cerita yang mengisahkan peristiwa/pengalaman lahir/batin sejumlah tokoh pada satu masa tertentu. Hal ini terjadi pada akhir abad ke-17. Perkembangan roman mencapai puncaknya pada abad ke-18. Pada abad ke-19 muncullah penulis-penulis roman yang termasyhur, seperti Honore de Balzac, Gustave Flaubert, Emile Zola, Charles Dickens, Leo Tolstoy, F. Dostojevski. Penulis-penulis roman ini kemudian disusul oleh rekan-rekannya yang mewakili abad ke-20, seperti Proust, Joyce, Kafka, dan Faulkner.
Bentuk yang hampir sama dengan roman adalah novel. Bagi pembaca awam, kedua bentuk ini sulit dibedakan. Pada dasarnya novel maupun roman menceritakan hal luar biasa yang terjadi dalam kehidupan manusia sehingga jalan hidup tokoh cerita yang ditampilkan dapat berubah.
Novel dapat dibedakan menjadi novel kedaerahan, novel psikologi, novel sosial, novel gotik, dan novel sejarah, serta novel populer.
Cerita jenis lain yang memiliki ciri utama sepertri novel adalah cerpen. Bedanya dengan novel, cerpen penceritaannya lebih ringkas, masalahnya lebih padu dan plotnya tunggal dan terfokus ke akhir cerita. Sebuah cerita yang panjang yang berjumlah ratusan halaman, jelas tidak dapat disebut dengan cerpen.
Unsur Intrinsik Prosa
Unsur intrinsik prosa terdiri atas alur, tema, tokoh dan penokohan, latar/setting, sudut pandang, gaya, pembayangan, dan amanat. Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi, bahwa pada umumnya alur cerita rekaan terdiri atas
1. alur buka, yaitu situasi terbentang sebagai suatu kondisi permulaan yang akan dilanjutkan dengan kondisi berikutnya;2. alur tengah, yaitu kondisi mulai bergerak ke arah kondisi yang memulai memuncak;3. Alur puncak, yaitu kondisi mencapai titik puncak sebagai klimaks peristiwa ; dan4. alur tutup
Dengan kata lain, alur cerita meliputi paparan, konflik, klimaks dan penyelesaian. Kedelapan unsur tersebut saling mengisi dalam sebuah prosa. Tema, misalnya menjadi sentral yang mengilhami cerita. Begitu juga dengan penokohan yang meramu watak tokohnya menjadi penyampai pesan yang diinginkan pengarang, baik yang jahat maupun yang baik. Agar penokohan ini tampak lebih hidup, ditopang dengan latar/setting cerita, gaya, pembayangan dan amanat.
BAB II
PROSA

A. Pengertian Prosa

Kata prosa berasal dari bahasa Latin prosa yang artinya terus terang. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, prosa adalah karangan bebas yang tidak terikat oleh kaidah yang terdapat dalam puisi. Secara sempit prosa adalah karya imajiner dan estetik. Dalam kesusastraan juga disebut fiksi, teks naratif, wacana naratif. Sedangkan secara luas prosa menyangkut semua karya tulis yang ditulis bukan dalam bentuk puisi atau drama, tiap baris dimulai dari margin kiri penuh sampai ke margin kanan. 

Menurut Abrams, prosa paling sering diartikan sebagai penggunaan bahasa sehari-hari yang dibedakan dari pola-pola pengulangan satuan bahasa bermetrum pada baris puisi. Prosa dalam pengertian ini dipertentangkan dengan puisi Eropa lama yang memiliki metrum sebagai salah satu aturan terikat dari puisi. Prosa hanya berlaku untuk sastra karena istilah ini adalah istilah sastra. Jenis tulisan prosa biasanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide. Karenanya, prosa dapat digunakan untuk surat kabar, majalah, novel, ensiklopedia, surat, serta berbagai jenis media lainnya.


B. Jenis-jenis Prosa
1. Prosa Lama
Prosa lama adalah karya sastra yang belum terpengaruh oleh budaya Barat.

Bentuk-bentuk prosa lama: 

a. Hikayat
Berasal dari India dan Arab, berisikan cerita kehidupan para dewi, peri, pangeran, putri kerajaan, serta raja-raja yang memiliki kekuatan gaib. Kesaktian dan kekuatan luar biasa yang dimiliki seseorang, yang diceritakan dalam hikayat kadang tidak masuk akal. Namun dalam hikayat banyak mengambil tokoh-tokoh dalam sejarah. Contoh: Hikayat Hang Tuah, Si Pitung, Hikayat Si Miskin, Hikayat Indra Bangsawan, Hikayat Sang Boma, Hikayat Panji Semirang, Hikayat Raja Budiman.

b. Sejarah (tambo)
Adalah salah satu bentuk prosa lama yang isi ceritanya diambil dari suatu peristiwa sejarah. Cerita yang diungkapkan dalam sejarah bisa dibuktikan dengan fakta. Selain berisikan peristiwa sejarah, juga berisikan silsilah raja-raja. Sejarah yang berisikan silsilah raja ini ditulis oleh para sastrawan masyarakat lama. Contoh: Sejarah Melayu karya datuk Bendahara Paduka Raja alias Tun Sri Lanang yang ditulis tahun 1612.

c. Kisah
Adalah cerita tentang cerita perjalanan atau pelayaran seseorang dari suatu tempat ke tempat lain. Contoh: Kisah Perjalanan Abdullah ke Negeri Kelantan, Kisah Abdullah ke Jedah.

d. Dongeng
Adalah suatu cerita yang bersifat khayal. Dongeng sendiri banyak ragamnya, yaitu sebagai berikut:

  1) Fabel
Adalah cerita lama yang menokohkan binatang sebagai lambang pengajaran moral (biasa pula disebut sebagai cerita binatang). Beberapa contoh fabel, adalah Kancil dengan Buaya, Kancil dengan Harimau, Hikayat Pelanduk Jenaka, Kancil dengan Lembu, Burung Gagak dan Serigala, Burung Bangau dengan Ketam, Siput dan Burung Centawi.

  2) Mite (Mitos)
Adalah cerita-cerita yang berhubungan dengan kepercayaan terhadap sesuatu benda atau hal yang dipercayai mempuyai kekuatan gaib. Contoh-contoh sastra lama yang termasuk jenis mitos, adalah Nyai Roro Kidul, Ki Ageng Selo, Dongeng tentang Gerhana, Dongeng tentang Terjadinya Padi, Harimau Jadi-Jadian.

  3) Legenda
Adalah cerita lama yang mengisahkan tentang riwayat terjadinya suatu tempat atau wilayah. Contoh: Legenda Banyuwangi, Tangkuban Perahu.

  4) Sage
Adalah cerita lama yang berhubungan dengan sejarah, yang menceritakan keberanian, kepahlawanan, kesaktian dan keajaiban seseorang. Beberapa contoh sage, adalah Calon Arang, Ciung Wanara, Airlangga, Panji.

  5) Parabel
Adalah cerita rekaan yang menggambarkan sikap moral atau keagamaan dengan menggunakan ibarat atau perbandingan. Contoh: Kisah Para Nabi, Hikayat Bayan Budiman, Mahabarata, Bhagawagita.

  6) Dongeng Jenaka
Adalah cerita tentang tingkah laku orang bodoh, malas, atau cerdik dan masing-masing dilukiskan secara humor. Contoh: Pak Pandir, Lebai Malang, Pak Belalang, Abu Nawas.

e. Cerita Berbingkai
Adalah cerita yang di dalamnya terdapat cerita lagi yang dituturkan oleh pelaku-pelakunya. Contoh: Seribu Satu Malam.

2. Prosa Baru
Prosa baru adalah adalah karangan prosa yang timbul setelah mendapat pengaruh sastra atau budaya Barat.

Bentuk-bentuk prosa baru:

a. Roman
Roman adalah bentuk prosa baru yang mengisahkan kehidupan pelaku utamanya dengan segala suka dukanya.

Berdasarkan kandungan isinya, roman dibedakan atas beberapa macam, antara lain sebagai berikut:

  1) Roman Transendensi
Di dalamnya terselip maksud tertentu, atau yang mengandung pandangan hidup yang dapat dipetik oleh pembaca untuk kebaikan. Contoh: Layar Terkembang oleh Sutan Takdir Alisyahbana, Salah Asuhan oleh Abdul Muis, Darah Muda oleh Adinegoro.

  2) Roman Sosial
Adalah roman yang memberikan gambaran tentang keadaan masyarakat. Biasanya yang dilukiskan mengenai keburukan-keburukan masyarakat yang bersangkutan. Contoh: Sengsara Membawa Nikmat oleh Tulis Sutan Sati, Neraka Dunia oleh Adinegoro.

  3) Roman Sejarah
Adalah roman yang isinya dijalin berdasarkan fakta historis, peristiwa-peristiwa sejarah, atau kehidupan seorang tokoh dalam sejarah. Contoh: Hulubalang Raja oleh Nur Sutan Iskandar, Tambera oleh Utuy Tatang Sontani, Surapati oleh Abdul Muis.

  4) Roman Psikologis
Adalah roman yang lebih menekankan gambaran kejiwaan yang mendasari segala tindak dan perilaku tokoh utamanya. Contoh: Atheis oleh Achdiat Kartamiharja, Katak Hendak Menjadi Lembu oleh Nur Sutan Iskandar, Belenggu oleh Armijn Pane.

  5) Roman Detektif
Adalah roman yang isinya berkaitan dengan kriminalitas. Dalam roman ini yang sering menjadi pelaku utamanya seorang agen polisi yang tugasnya membongkar berbagai kasus kejahatan. Contoh: Mencari Pencuri Anak Perawan oleh Suman HS, Percobaan Seria oleh Suman HS, Kasih Tak Terlerai oleh Suman HS.

b. Novel
Novel berasal dari Italia, yaitu novella yang berarti berita. Novel adalah bentuk prosa baru yang melukiskan sebagian kehidupan pelaku utamanya yang terpenting, paling menarik dan yang mengandung konflik. Biasanya novel lebih pendek daripada roman dan lebih panjang dari cerpen. Contoh: Ave Maria oleh Idrus, Keluarga Gerilya oleh Pramoedya Ananta Toer, Perburuan oleh Pramoedya Ananta Toer, Ziarah oleh Iwan Simatupang, Surabaya oleh Idrus.

c. Cerpen
Cerpen adalah bentuk prosa baru yang menceritakam sebagian kecil dari kehidupan pelakunya yang terpenting dan paling menarik. Di dalam cerpen boleh ada konflik atau pertikaian, akan telapi hat itu tidak menyebabkan perubahan nasib pelakunya. Contoh: Radio Masyarakat oleh Rosihan Anwar, Bola Lampu oleh Asrul Sani, Teman Duduk oleh Moh. Kosim, Wajah yang Bembah oleh Trisno Sumarjo, Robohnya Surau Kami oleh A.A. Navis.

d. Riwayat
Riwayat (biografi) adalah suatu karangan prosa yang berisi pengalaman-pengalaman hidup pengarang sendiri (otobiografi) atau bisa juga pengalaman hidup orang lain sejak kecil hingga dewasa atau bahkan sampai meninggal dunia. Contoh: Soeharto Anak Desa, Prof. Dr. B.I Habibie, Ki Hajar Dewantara.

e. Kritik
Kritik adalah karya yang menguraikan pertimbangan baik-buruk suatu hasil karya dengan memberi alasan-alasan tentang isi dan bentuk dengan kriteria tertentu yang sifatnya objektif dan menghakimi.

f. Resensi
Resensi adalah pembicaraan / pertimbangan / ulasan suatu karya (buku, film, drama, dll.). Isinya bersifat memaparkan agar pembaca mengetahui karya tersebut dari berbagai aspek seperti tema, alur, perwatakan, dialog, dll, sering juga disertai dengan penilaian dan saran tentang perlu tidaknya karya tersebut dibaca atau dinikmati.

g. Esai
Esai adalah ulasan / kupasan suatu masalah secara sepintas lalu berdasarkan pandangan pribadi penulisnya. Isinya bisa berupa hikmah hidup, tanggapan, renungan, ataupun komentar tentang budaya, seni, fenomena sosial, politik, pementasan drama, film, dll. menurut selera pribadi penulis sehingga bersifat sangat subjektif atau sangat pribadi.


C. Unsur-unsur prosa
1. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur yang terdapat dalam prosa. Unsur Intrinsik Prosa meliputi:

a. Tema
Tema adalah gagasan, ide, pikiran utama di dalam sebuah karya sastra. Contoh tema: “Cinta Pertama”, “Rumah Pohon”, “Lukisan Sang Dewi”

b. Penokohan
Penokohan adalah pemberian watak terhadap pelaku-pelaku cerita dalam sebuah karya sastra. 

Tokoh cerita terdiri atas:

  1) Tokoh Protagonis
Adalah tokoh dalam karya sastra yang memegang peranan baik.

  2) Tokoh Antagonis
Adalah tokoh dalam karya sastra yang merupakan penantang dari tokoh utama, biasanya memegang peranan jahat.

  3) Tokoh Tambahan
Adalah tokoh yang tidak memegang peranan dan tidak mengucapkan sepatah katapun, bahkan dianggap tidak penting sebagai individu.

c. Latar atau Setting
Latar atau setting adalah bagian dari sebuah prosa yang isinya melukiskan tempat cerita terjadi dan menjelaskan kapan cerita itu berlaku.

Macam-macam Setting:

  1) Tempat
Di rumah, di sekolah, di jalan.

  2) Waktu
Pagi hari, siang hari, sore hari.

  3) Suasana
Sedih, senang, tegang.

d. Alur
Alur adalah rangkaian peristiwa atau jalinan cerita dari awal sampai kimaks serta penyelesaian.

Macam-macam alur:

  1) Alur mundur
Rangkaian peristiwa dari masa kini ke masa lalu.

  2) Alur maju
Rangkaian peristiwa dari masa lalu ke masa kini.

  3) Alur gabungan
Gabungan dari alur maju dan alur mundur secara bersama-sama.

Dan secara umum alur terbagi ke dalam bagian-bagian berikut: 

  1) Pengenalan situasi
Memperkenalkan para tokoh, menata adegan dan hubungan antar tokoh.

  2) Pengungkapan peristiwa
Mengungkap peristiwa yang menimbulakan berbagai masalah.

  3) Menuju adanya konflik
Terjadi peningkatan perhatian ataupun keterlibatan situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh.

  4) Puncak konflik
Dapat disebut juga klimaks, dan pada bagian ini dapat ditentukan perubahan nasib beberapa tokoh.

  5) Penyelesaian
Sebagai akhir cerita dan berisi penjelasan tentang nasib para tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak.

e. Amanat
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang terhadap pembaca melalui karyanya, yang akan disimpan rapi dan disembunyikan pengarang dalam keseluruhan cerita.

f. Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah bahasa yang digunakan pengarang dalam menulis cerita yang berfungsi untuk menciptakan hubungan antara sesama tokoh dan dapat menimbulkan suasana yang tepat guna, adegan seram, cinta ataupun peperangan maupun harapan.

g. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah pandangan pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita.

Macam-macam sudut pandang:

  1) Orang pertama
Pengarang menjadi pelaku utama dan memakai istilah “Aku” dan “Saya”.

  2) Orang ketiga
Pengarang yang menceritakan ceritanya atau berperan sebagai pengamat dan menggunakan istilah “Dia”, ”Ia”, atau nama orang.

2. Unsur Ekstrinsik
Unsur yang terdapat di luar karya sastra. Unsur ekstrinsik prosa meliputi:

a. Latar Belakang Sosiologis Sastrawan

  1) Asal sosial
Lingkungan tempat sastrawan tinggal atau dibesarkan.

  2) Kelas sosial
Kedudukan sastrawan di dalam masyarakat.

  3) Jenis kelamin
Sastrawan maupun sastrawati.

  4) Umur
Masa remaja, dewasa dan menjelang tua.

  5) Pendidikan
Pendidikan formal maupun informal.

  6) Pekerjaan
Profesi lain dari seorang sastrawan.

b. Latar Belakang Psikologis Sastrawan

  1) Pengetahuan
Persepsi, apersepsi, pengamatan, konsep dan fantasi.

  2) Perasaan
Kesadaran untuk menilai keadaan positif atau negatif.

  3) Dorongan naluri
Ketuhanan, mempertahankan hidup, seks, mencari makan, berinteraksi, meniru, berbakti dan keindahan.

c. Latar Belakang Kebahasaan dan Kesastraan Sastrawan

  1) Bahasa natural
Bahasa yang digunakan di dalam karya sastra adalah bahasa yang juga dikenal oleh masyarakat.

  2) Bahasa individualisme
Bahasa yang hanya dimiliki oleh sastrawan untuk menggali lebih dalam makna, menambah makna atau pun mengasingkan dari makna yang dipakai oleh masyarakat.

Prosa adalah seluruh hasil karya sastra lisan dan tulisan yang panjang, baik yang berbentuk cerita ataupun bukan cerita. Dalam prosa, bahasa dipahami dalam pengertian denotatif, sesuai dengan makna leksikalnya
fungsi prosa :
1.     fungsi moral, yaitu melalui prosa dapat dipahami suatu nilai-nilai yang baik dan buruk
2.     fungsi didaktif, prosa memiliki nilai pembelajaran bagi pembacanya, artinya prosa  dapat dijadikan objek pembelajaran untuk dapat dipahami dan dikaji ataupun diterapkan nilai-nilainya pada kehidupan yang sebenarnya.
3.     fungsi budaya, prosa merupakan hasil cipta, karya, dan karsa seseorang  yang berperan dalam pelestarian dan pengembangan hasil hasil cipta manusia.
4.     fungsi hiburan, prosa memberikan keindahan bagi penggiat prosa karena memiliki nilai estetika yang meliputi keselarasan, keserasian, dan keseimbangan
Hakikat prosa
·         merupakan suatu karangan cerita
·         memiliki unsur intrinsik tema, alur, penokohan, amanat, setting, sudut pandang
·         mamiliki unsur ekstrinsik, yaitu meliputi nilai moral, nilai agama, nilai sosial, nilai budaya, nilai ekonomi
perbedaan Prosa dan Puisi
OPINI | 01 February 2011 | 02:12  Dibaca: 24207     Komentar: 44     1
Apakah bedanya prosa dan puisi?! Dengan singkat bisa dikatakan bahwa prosa adalah pengucapan dengan pikiran dan puisi ialah pengucapan dengan perasaan. Bahasa ilmu pengetahuan ialah prosa. Di situlah pikiran dikemukakan dan pikiran yang menerima. Orang yang mengajarkan  matematik misalnya tidak akan mengemukakan perasaannya;  contoh: 1 + 1 = 2. Orang harus menerimanya saja tanpa merasakan keharuan.
Apakah prosa yang bersifat kesusasteraan?! Prosa baru bersifat kesusasteraan apabila memenuhi syarat kesenyawaan yang harmonis antara bentuk dan isi. Prosa biasa adalah laksana angka-angka yang berisi pengertian yang tetap, prosa kesusasteraan laksana manusia hidup, kesatuan tubuh dan jiwa, pikiran dan perasaan yang mengungkapkan yang serba mungkin. Perasaan itu lebih-lebih terkandung dalam puisi, tapi puisi yang baikpun tidak hanya sekedar perasaan belaka juga mengandung pemikiran dan tanggapan.
Menurut ensiklopedi bang Wilki:
Prosa adalah suatu jenis tulisan yang dibedakan dengan puisi karena variasi ritme (rhythm) yang dimilikinya lebih besar, serta bahasanya yang lebih sesuai dengan arti leksikalnya. Kata prosa berasal dari bahasa Latin “prosa” yang artinya “terus terang”. Jenis tulisan prosa biasanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide. Karenanya, prosa dapat digunakan untuk surat kabar, majalah, novel, ensiklopedia, surat, serta berbagai jenis media lainnya. Prosa juga dibagi dalam dua bagian,yaitu prosa lama dan prosa baru, prosa lama adalah prosa bahasa indonesia yang belum terpengaruhi budaya barat dan prosa baru ialah prosa yang dikarang bebas tanpa aturan apa pun.
Prosa biasanya dibagi menjadi empat jenis: prosa naratif, prosa deskriptif, prosa eksposisi, dan prosa argumentatif.
Puisi
[n] (1) ragam sastra yg bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan lirik dan bait; (2) gubahan dl bahasa yg bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus; (3) sajak
Didalam puisi, pikiran dan perasaan menyatu seolah-olah bersayap  terbang belanglang buana ke arah yang mereka suka membawa luapan emosi dan akhirnya,  membuafhkan suatu karya dengan  keindahan gaya bahasa bagaikan bunyi dan lagu dengan tekanan suara (ritme) tertentu.
Puisi dibanding prosa adalah seperti orang menari dan berjalan biasa , atau seperti orang bernyanyi dan bicara biasa. Puisi tidak mengabdi kepada otak yang berpikir melainkan perasaan yang berbicara dan ini dapat menyentuh siapapun yang membaca atau mendengarkannya.
Kelebihan penyair dalam mempergunakan bahasa ialah bahwa ia menjiwai perkataan yang dilontarkannya, pemilihan kata-kata yang menarik dengan meng-kombinasikan kata-kata tersebut sehingga melahirkan kalimat yang indah enak didengar serta menyentuh perasaan yang dapat menyegarkan suasana.
Mohon di koreksi bila ada kekeliruan atau ditambahkan bila dirasakan masih kurang.
Jakarta, 01 Pebruari, 2011
Wass.
Ririn


Mei 4th, 2013
CIRI-CIRI PROSA
Ciri-ciri prosa secara umum sebagai berikut:
a. Bentuknya bebas
Prosa memiliki bentuk yang tidak terikat oleh bait, rima, baris. Bentuk prosa umumnya dalam bentuk rangkaian kalimat-kalimat yang membentuk paragraf-paragraf seperti dongeng, tambo, hikayat, dsb.
b. Bahasa
bahasa dalam prosa dipengaruhi oleh bahasa lain baik Melayu maupun bahasa barat.
c. Tema
Prosa memiliki tema sebagai dasar masalah yang akan dibahas baik istanasentris (dulu) maupun masyarakatsentris (sekarang).
d. Perkembangan
Perkembangan prosa dipengaruhi oleh perkembangan masyarakat yang statis maupun dinamis.
e. Pengarang
Prosa memiliki pengarang baik yang diketahui ataupun yang tidak (anonim).
f. Cara penyajian
Prosa dapat disajikan baik dalam bentuk lisan maupun tertulis.
g. Pesan/amanat
Prosa memiliki pesan moral yang akan disampaikan kepada pembaca atau pendengar.
h. Urutan peristiwa atau kejadian
Prosa memiliki alur atau jalan cerita dalam menggambarkan suatu kejadian baik itu alur maju, mundur ataupun campuran.
i. Tokoh cerita
Dalam prosa menggunakan tokoh baik itu tumbuhan, hewan maupun manusia yang diceritakan di dalamnya.
j. Latar/setting
Dalam menceritakan suatu kejadian dalam prosa menggunakan latar baik itu latar waktu, latar tempat maupun suasana.
1. PROSA LAMA
Prosa lama memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Bersifat statis
Prosa lama memiliki bentuk sama, pola-pola kalimatnya sama, banyak kalimat dan ungkapan yang sama, tema ceritanya sama sesuai dengan perkembangan masyarakat yang lambat.
b. Diferensiasi sedikit
Cerita lama pada umumnya merupakan ikatan unsur-unsur yang sama karena perhubungan beberapa unsur kuat sekali.
c. Bersifat tradisional
Prosa lama bersifat tradisional, kalimat-kalimat dan ungkapan-ungkapan yang sama terdapat dalam cerita-cerita yang berlainan, bahkan di dalam satu cerita juga sering diulang.
d. Terbentuk oleh masyarakat dan hidup di tengah-tengah masyarakat (anonim)
Prosa lama merupakan milik bersama yaitumenggambarkan tradisi masyarakat yang lebih menonjolkan kekolektifan daripada keindividualan. Sebagai akibat logisnya, sastra lama dianggap milik bersama (kolektif). Hasil sastra dalam kesusastraan lama tidak diketahui siapa pengarangnya. apabila dicantumkan suatu nama, itu hanya nama penyadur dan bukan nama pengarang yang sebenarnya. Sebab cerita lama itu hidup di tengah-tengah masyarakat yang diceritakan secara turun-temurun.
e. Tidak mengindahkan sejarah atau perhitungan tahun
Sejarah menurut pengertian lama adalah karangan tentang asal usul raja dan kaum bangsawan dan kejadian-kejadian yang penting, tanpa memperhatikan perurutan waktu dan kejadian-kejadiannya (tidak kronologis) sehingga alur cerita sulit dipahami. Nama-nama tempat terjadinya perisitiwa juga tidak jelas.
f. Bahasanya menunjukkan bentuk-bentuk yang tradisional
Bahasanya bersifat klise, bahasanya dipengaruhi oleh kesustraan Budha dan Hindu yang sulit untuk dipahami dan dipengaruhi bahasa melayu.
Banyak memakai kata penghubung yang menyatakan urutan peristiwa, misalnya: harta, syahdan, maka, arkian, sebermula, dan lalu.
Banyak memakai bentuk yang tetap sehingga terdapat banyak pengulangan kata, misalnya: Kata sahibul hikayat, ada sebuah negeri di tanah Andalas Palembangnamanya, Demang Lebar Daun nama rajanya, asalnya daripada anak cucu Raja Sulan, Muara Tatang namasungainya. (dari Sejarah Melayu)
Banyak memakai bentuk partikel pun dan lah
Banyak memakai kalimat inversi, misalnya: Syahdan maka bertemulah rakyat Siam dengan rakyat Keling, lalu berperang. Lalu diceritakanlah segala kelakuan tuan putri dengan nahkoda itu.
g. Istanasentris
Ceritanya mengenai raja-raja dengan istananya, pemerintahannya, orang bawahannya, dan lain-lain. Tidak pernah menceritakan orang pada umumnya, bila ada, yang diceritakan adalah orang yang luar biasa. Misalnya, orang yang sangat dungu atau yang sangat cerdik dan orang yang selalu malang.
h. Bersifat lisan dan tertulis
Sastra lama bersifat lisan, disampaikan dari generasi ke generasi secara lisan, dari mulut ke mulut (leluri) meskipun ada yang disampaiakn dalam bentuk tulisan.
i. Sifatnya fantasis tau khayal
Hampir seluruhnya berbentuk hikayat, tambo atau dongeng. Pembaca dibawa ke dalam khayal dan fantasi.
j. Tokoh yang digunakan adalah manusia, hewan dan tumbuhan
k. Amanat/isi/pesan
Mite, legenda, pendidikan, pelipur lara dan kepahlawanan
2. PROSA BARU
Prosa baru memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Bersifat dinamis
Prosa baru bersifat dinamis yang senantiasa berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat yang cepat. Unsur-unsur yang membentuk prosa mengalami perkembangan dari masa ke masa.
b. Masyarakatnya sentris
Pokok cerita yang terdapat dalam prosa baru mengambil bahan atau kejadian dari kehidupan masyarakat sehari-hari yaitu hal yang biasa terjadi di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat.
c. Bersifat Rasional
Bentuknya roman, cerpen, novel, kisah, drama yang berjejak di dunia yang nyata berdasarkan kebenaran dan kenyataan.
d. Bahasa tidak bersifat klise dan dipengaruhi oleh kesusastraan Barat.
e. Diketahui siapa pengarangnya karena dinyatakan dengan jelas.
Pembuat prosa baru dinyatakan secara jelas dalam sehingga prosa bukan milik bersama masyarakat namun milik perorangan.
f. Tertulis.
Prosa baru bersifat tertulis yang disampaikan dalam bentuk tulisan.
g. Bersifat modern/ tidak tradisional.
Unsur-unsur dalam prosa mengenai hal-hal yang terjadi pada masa sekarang (modern).
h. Memperhatikan urutan peristiwa
Dalam menggambarkan suatu keadaan disesuaikan dengan urutan kejadian sehingga alur yang digunakan dapat mudah dipahami.
i. Tokoh yang digunakan umumnya manusia.

Unsur-unsur Intrinsik dalam Prosa 29 Juli, 2009

Posted by abdurrosyid in Hobiku Menulis. 
Tags: 
alur, amanat, cerpen, gaya bahasa, intrinsik, latar, novel, plot, prosa,setting, sudut pandang, tema, tokoh, unsur
trackback
Yang dimaksud unsur-unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri. Untuk karya sastra dalam bentuk prosa, seperi roman, novel, dan cerpen, unsur-unsur intrinsiknya ada tujuh: 1) tema, 2) amanat, 3) tokoh, 4) alur (plot), 5) latar (setting), 6) sudut pandang, dan 7) gaya bahasa.
1. Tema
Gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra disebut tema. Atau gampangnya, tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau sesuatu yang menjadi pokok masalah dalam cerita.
Tema merupakan jiwa dari seluruh bagian cerita. Karena itu, tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita. Tema dalam banyak hal bersifat ”mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik serta situasi tertentu, termasuk pula berbagai unsur intrinsik yang lain.
Tema ada yang dinyatakan secara eksplisit (disebutkan) dan ada pula yang dinyatakan secara implisit (tanpa disebutkan tetapi dipahami).
Dalam menentukan tema, pengarang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: minat pribadi, selera pembaca, dan keinginan penerbit atau penguasa.
Dalam sebuah karya sastra, disamping ada tema sentral, seringkali ada pula tema sampingan. Tema sentral adalah tema yang menjadi pusat seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita. Adapun tema sampingan adalah tema-tema lain yang mengiringi tema sentral.
2) Amanat
Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Sebagaimana tema, amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku atau peristiwa yang terjadi pada tokoh menjelang cerita berakhir, dan dapat pula disampaikan secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, atau larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita.
3) Tokoh
Tokoh adalah individu ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau lakuan dalam berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, namun dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan.
Tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita.
Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.    Tokoh sentral protagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai positif.
2.    Tokoh sentral antagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai negatif.
Adapun tokoh bawahan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral. Tokoh bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.    Tokoh andalan. Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi kepercayaan tokoh sentral (baik protagonis ataupun antagonis).
2.    Tokoh tambahan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita.
3.    Tokoh lataran. Tokoh lataran adalah tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar cerita saja.
Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Ada dua metode penyajian watak tokoh, yaitu:
1.    Metode analitis/langsung/diskursif, yaitu penyajian watak tokoh dengan cara memaparkan watak tokoh secara langsung.
2.    Metode dramatik/tak langsung/ragaan, yaitu penyajian watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh.
Adapun menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM, ada lima cara menyajikan watak tokoh, yaitu:
1.    Melalui apa yang diperbuatnya, tindakan-tindakannya, terutama bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
2.    Melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan kita dapat mengetahui apakah tokoh tersebut orang tua, orang berpendidikan, wanita atau pria, kasar atau halus.
3.    Melalui penggambaran fisik tokoh.
4.    Melalui pikiran-pikirannya
5.    Melalui penerangan langsung
4) Alur (Plot)
Alur adalah urutan atau rangkaian peristiwa dalam cerita. Alur dapat disusun berdasarkan tiga hal, yaitu:
1.    Berdasarkan urutan waktu terjadinya (kronologi). Alur yang demikian disebut alur linear.
2.    Berdasarkan hubungan sebab akibat (kausal). Alur yang demikian disebut alur kausal.
3.    Berdasarkan tema cerita. Alur yang demikian disebut alur tematik. Dalam cerita yang beralur tematik, setiap peristiwa seolah-olah berdiri sendiri. Kalau salah satu episode dihilangkan cerita tersebut masih dapat dipahami.
Adapun struktur alur adalah sebagai berikut:
1.    Bagian awal, terdiri atas: 1) paparan (exposition), 2) rangsangan (inciting moment), dan 3) gawatan (rising action).
2.    Bagian tengah, terdiri atas: 4) tikaian (conflict), 5) rumitan (complication), dan 6) klimaks.
3.    Bagian akhir, terdiri atas: 7) leraian (falling action), dan 8- selesaian (denouement).
Dalam membangun alur, ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan agar alur menjadi dinamis. Faktor-faktor penting tersebut adalah:
1.    Faktor kebolehjadian. Maksudnya, peristiwa-peristiwa cerita sebaiknya tidak selalu realistik tetapi masuk akal.
2.    Faktor kejutan. Maksudnya, peristiwa-peristiwa sebaiknya tidak dapat secara langsung ditebak / dikenali oleh pembaca.
3.    Faktor kebetulan. Yaitu peristiwa-peristiwa tidak diduga terjadi, secara kebetulan terjadi.
Kombinasi atau variasi ketiga faktor tersebutlah yang menyebabkan alur menjadi dinamis.
Adapun hal yang harus dihindari dalam alur adalah lanturan (digresi). Lanturan adalah peristiwa atau episode yang tidak berhubungan dengan inti cerita atau menyimpang dari pokok persoalan yang sedang dihadapi dalam cerita.
5. Latar (setting)
Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, suasana, dan situasi terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok:
a. Latar tempat, mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
b. Latar waktu, berhubungan dengan masalah ‘kapan’ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
c. Latar sosial, mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial bisa mencakup kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, serta status sosial.
6. Sudut pandang (point of view)
Sudut pandang adalah cara memandang dan menghadirkan tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu. Dalam hal ini, ada dua macam sudut pandang yang bisa dipakai:
a. Sudut pandang orang pertama (first person point of view)
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang orang pertama, ‘aku’, narator adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si ‘aku’ tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa atau tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca. Jadi, pembaca hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas seperti yang dilihat dan dirasakan tokoh si ‘aku’ tersebut.
Sudut pandang orang pertama masih bisa dibedakan menjadi dua:
1.    ‘Aku’ tokoh utama. Dalam sudut pandang teknik ini, si ‘aku’ mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniyah, dalam diri sendiri, maupun fisik, dan hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si ‘aku’ menjadi fokus pusat kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si ‘aku’, peristiwa, tindakan, dan orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita yang demikian, si ‘aku’ menjadi tokoh utama (first person central).
2.    ‘Aku’ tokoh tambahan. Dalam sudut pandang ini, tokoh ‘aku’ muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan (first pesonal peripheral). Tokoh ‘aku’ hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian ”dibiarkan” untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si ‘aku’ tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah. Dengan demikian si ‘aku’ hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain. Si ‘aku’ pada umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.
b. Sudut pandang orang ketiga (third person point of view)
Dalam cerita yang menpergunakan sudut pandang orang ketiga, ‘dia’, narator adalah seorang yang berada di luar cerita, yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama, kerap atau terus menerus disebut, dan sebagai variasi dipergunakan kata ganti.
Sudut pandang ‘dia’ dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya:
1.    ‘Dia’ mahatahu. Dalam sudut pandang ini, narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh ‘dia’ tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari tokoh ‘dia’ yang satu ke ‘dia’ yang lain, menceritakan atau sebaliknya ”menyembunyikan” ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan nyata.
2.    ‘Dia’ terbatas (‘dia’ sebagai pengamat). Dalam sudut pandang ini, pengarang mempergunakan orang ketiga sebagai pencerita yang terbatas hak berceritanya, terbatas pengetahuannya (hanya menceritakan apa yang dilihatnya saja).
7. Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah teknik pengolahan bahasa oleh pengarang dalam upaya menghasilkan karya sastra yang hidup dan indah. Pengolahan bahasa harus didukung oleh diksi (pemilihan kata) yang tepat. Namun, diksi bukanlah satu-satunya hal yang membentuk gaya bahasa.
Gaya bahasa merupakan cara pengungkapan yang khas bagi setiap pengarang. Gaya seorang pengarang tidak akan sama apabila dibandingkan dengan gaya pengarang lainnya, karena pengarang tertentu selalu menyajikan hal-hal yang berhubungan erat dengan selera pribadinya dan kepekaannya terhadap segala sesuatu yang ada di sekitamya.
Gaya bahasa dapat menciptakan suasana yang berbeda-beda: berterus terang, satiris, simpatik, menjengkelkan, emosional, dan sebagainya. Bahasa dapat menciptakan suasana yang tepat bagi adegan seram, adegan cinta, adegan peperangan dan lain-lain.