Pengertian dan Ciri Prosa Fiksi
Prosa fiksi sebagai cerita rekaan bukan berarti
prosa fiksi adalah lamunan kosong seorang pengarang. Prosa fiksi adalah
perpaduan atau kerja sama antara pikiran dan perasaan. Fiksi dapat dibedakan
atas fiksi yang realitas dan fiksi yang aktualitas. Fiksi realitas mengatakan:
“seandainya semua fakta, maka beginilah yang akan terjadi. Jadi, fiksi realitas
adalah hal-hal yang dapat terjadi, tetapi belum tentu terjadi. Penulis fiksi
membuat para tokoh imaginatif dalam karyanya itu menjadi hidup. Fiksi
aktualitas mengatakan “karena semua fakta maka beginilah yang akan terjadi”.
Jadi, aktualitas artinya hal-hal yang benar-benar terjadi. Contoh: roman
sejarah, kisah perjalanan, biografi, otobiografi.
Prosa selalu bersumber dari lingkungan kehidupan yang dialami, disaksikan, didengar, dan dibaca oleh pengarang. Adapun ciri-ciri prosa fiksi adalah bahasanya terurai, dapat memperluas pengetahuan dan menambah pengetahuan, terutama pengalaman imajinatif. Prosa fiksi dapat menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian dalam kehidupan. Maknanya dapat berarti ambigu. Prosa fiksi melukiskan realita imajinatif karena imajinasi selalu terikat pada realitas, sedangkan realitas tak mungkin lepas dari imajinasi. Bahasanya lebih condong ke bahasa figuratif dengan menitikberatkan pada penggunaan kata-kata konotatif. Selanjutnya prosa fiksi mengajak kita untuk berkontemplasi karena sastra menyodorkan interpretasi pribadi yang berhubungan dengan imajinasi.
Prosa selalu bersumber dari lingkungan kehidupan yang dialami, disaksikan, didengar, dan dibaca oleh pengarang. Adapun ciri-ciri prosa fiksi adalah bahasanya terurai, dapat memperluas pengetahuan dan menambah pengetahuan, terutama pengalaman imajinatif. Prosa fiksi dapat menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian dalam kehidupan. Maknanya dapat berarti ambigu. Prosa fiksi melukiskan realita imajinatif karena imajinasi selalu terikat pada realitas, sedangkan realitas tak mungkin lepas dari imajinasi. Bahasanya lebih condong ke bahasa figuratif dengan menitikberatkan pada penggunaan kata-kata konotatif. Selanjutnya prosa fiksi mengajak kita untuk berkontemplasi karena sastra menyodorkan interpretasi pribadi yang berhubungan dengan imajinasi.
Jenis-jenis Prosa
Berdasarkan pembagian sejarah sastra Indonesia,
dikenal 2 macam sastra, yaitu sastra klasik dan sastra modern.
Sastra modern termasuk di dalamnya prosa baru yang mencakup roman, novel, novel populer, cerpen. Selanjutnya sastra klasik termasuk di dalamnya yaitu prosa lama yang mencakup cerita rakyat, dongeng, fabel, epos, legenda, mite, cerita jenaka, cerita pelipur lara, sage, hikayat, dan silsilah.
Roman adalah salah satu jenis karya sastra ragam prosa. Pengertian roman pada mulanya ialah cerita yang ditulis dalam bahasa Romana. Dalam perkembangannya kemudian, roman berupa cerita yang mengisahkan peristiwa/pengalaman lahir/batin sejumlah tokoh pada satu masa tertentu. Hal ini terjadi pada akhir abad ke-17. Perkembangan roman mencapai puncaknya pada abad ke-18. Pada abad ke-19 muncullah penulis-penulis roman yang termasyhur, seperti Honore de Balzac, Gustave Flaubert, Emile Zola, Charles Dickens, Leo Tolstoy, F. Dostojevski. Penulis-penulis roman ini kemudian disusul oleh rekan-rekannya yang mewakili abad ke-20, seperti Proust, Joyce, Kafka, dan Faulkner.
Bentuk yang hampir sama dengan roman adalah novel. Bagi pembaca awam, kedua bentuk ini sulit dibedakan. Pada dasarnya novel maupun roman menceritakan hal luar biasa yang terjadi dalam kehidupan manusia sehingga jalan hidup tokoh cerita yang ditampilkan dapat berubah.
Novel dapat dibedakan menjadi novel kedaerahan, novel psikologi, novel sosial, novel gotik, dan novel sejarah, serta novel populer.
Cerita jenis lain yang memiliki ciri utama sepertri novel adalah cerpen. Bedanya dengan novel, cerpen penceritaannya lebih ringkas, masalahnya lebih padu dan plotnya tunggal dan terfokus ke akhir cerita. Sebuah cerita yang panjang yang berjumlah ratusan halaman, jelas tidak dapat disebut dengan cerpen.
Sastra modern termasuk di dalamnya prosa baru yang mencakup roman, novel, novel populer, cerpen. Selanjutnya sastra klasik termasuk di dalamnya yaitu prosa lama yang mencakup cerita rakyat, dongeng, fabel, epos, legenda, mite, cerita jenaka, cerita pelipur lara, sage, hikayat, dan silsilah.
Roman adalah salah satu jenis karya sastra ragam prosa. Pengertian roman pada mulanya ialah cerita yang ditulis dalam bahasa Romana. Dalam perkembangannya kemudian, roman berupa cerita yang mengisahkan peristiwa/pengalaman lahir/batin sejumlah tokoh pada satu masa tertentu. Hal ini terjadi pada akhir abad ke-17. Perkembangan roman mencapai puncaknya pada abad ke-18. Pada abad ke-19 muncullah penulis-penulis roman yang termasyhur, seperti Honore de Balzac, Gustave Flaubert, Emile Zola, Charles Dickens, Leo Tolstoy, F. Dostojevski. Penulis-penulis roman ini kemudian disusul oleh rekan-rekannya yang mewakili abad ke-20, seperti Proust, Joyce, Kafka, dan Faulkner.
Bentuk yang hampir sama dengan roman adalah novel. Bagi pembaca awam, kedua bentuk ini sulit dibedakan. Pada dasarnya novel maupun roman menceritakan hal luar biasa yang terjadi dalam kehidupan manusia sehingga jalan hidup tokoh cerita yang ditampilkan dapat berubah.
Novel dapat dibedakan menjadi novel kedaerahan, novel psikologi, novel sosial, novel gotik, dan novel sejarah, serta novel populer.
Cerita jenis lain yang memiliki ciri utama sepertri novel adalah cerpen. Bedanya dengan novel, cerpen penceritaannya lebih ringkas, masalahnya lebih padu dan plotnya tunggal dan terfokus ke akhir cerita. Sebuah cerita yang panjang yang berjumlah ratusan halaman, jelas tidak dapat disebut dengan cerpen.
Unsur Intrinsik Prosa
Unsur intrinsik prosa terdiri atas alur, tema,
tokoh dan penokohan, latar/setting, sudut pandang, gaya, pembayangan, dan
amanat. Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang
disusun sebagai sebuah interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian
dalam keseluruhan fiksi, bahwa pada umumnya alur cerita rekaan terdiri atas
1. alur buka, yaitu situasi terbentang sebagai suatu kondisi permulaan yang akan dilanjutkan dengan kondisi berikutnya;2. alur tengah, yaitu kondisi mulai bergerak ke arah kondisi yang memulai memuncak;3. Alur puncak, yaitu kondisi mencapai titik puncak sebagai klimaks peristiwa ; dan4. alur tutup
1. alur buka, yaitu situasi terbentang sebagai suatu kondisi permulaan yang akan dilanjutkan dengan kondisi berikutnya;2. alur tengah, yaitu kondisi mulai bergerak ke arah kondisi yang memulai memuncak;3. Alur puncak, yaitu kondisi mencapai titik puncak sebagai klimaks peristiwa ; dan4. alur tutup
Dengan kata lain, alur cerita meliputi paparan,
konflik, klimaks dan penyelesaian. Kedelapan unsur tersebut saling mengisi dalam
sebuah prosa. Tema, misalnya menjadi sentral yang mengilhami cerita. Begitu
juga dengan penokohan yang meramu watak tokohnya menjadi penyampai pesan yang
diinginkan pengarang, baik yang jahat maupun yang baik. Agar penokohan ini
tampak lebih hidup, ditopang dengan latar/setting cerita, gaya, pembayangan dan
amanat.
BAB II
PROSA
A. Pengertian Prosa
Kata prosa berasal
dari bahasa Latin prosa yang artinya terus terang. Sedangkan menurut kamus
besar bahasa Indonesia, prosa adalah karangan bebas yang tidak terikat oleh
kaidah yang terdapat dalam puisi. Secara sempit prosa adalah karya imajiner dan
estetik. Dalam kesusastraan juga disebut fiksi, teks naratif, wacana naratif.
Sedangkan secara luas prosa menyangkut semua karya tulis yang ditulis bukan
dalam bentuk puisi atau drama, tiap baris dimulai dari margin kiri penuh sampai
ke margin kanan.
Menurut Abrams, prosa
paling sering diartikan sebagai penggunaan bahasa sehari-hari yang dibedakan
dari pola-pola pengulangan satuan bahasa bermetrum pada baris puisi. Prosa
dalam pengertian ini dipertentangkan dengan puisi Eropa lama yang memiliki
metrum sebagai salah satu aturan terikat dari puisi. Prosa hanya berlaku untuk
sastra karena istilah ini adalah istilah sastra. Jenis tulisan prosa biasanya
digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide. Karenanya, prosa dapat
digunakan untuk surat kabar, majalah, novel, ensiklopedia, surat, serta
berbagai jenis media lainnya.
B. Jenis-jenis Prosa
1. Prosa Lama
Prosa lama adalah
karya sastra yang belum terpengaruh oleh budaya Barat.
Bentuk-bentuk prosa
lama:
a. Hikayat
Berasal dari India
dan Arab, berisikan cerita kehidupan para dewi, peri, pangeran, putri kerajaan,
serta raja-raja yang memiliki kekuatan gaib. Kesaktian dan kekuatan luar biasa
yang dimiliki seseorang, yang diceritakan dalam hikayat kadang tidak masuk
akal. Namun dalam hikayat banyak mengambil tokoh-tokoh dalam sejarah. Contoh:
Hikayat Hang Tuah, Si Pitung, Hikayat Si Miskin, Hikayat Indra Bangsawan,
Hikayat Sang Boma, Hikayat Panji Semirang, Hikayat Raja Budiman.
b. Sejarah (tambo)
Adalah salah satu
bentuk prosa lama yang isi ceritanya diambil dari suatu peristiwa sejarah.
Cerita yang diungkapkan dalam sejarah bisa dibuktikan dengan fakta. Selain
berisikan peristiwa sejarah, juga berisikan silsilah raja-raja. Sejarah yang
berisikan silsilah raja ini ditulis oleh para sastrawan masyarakat lama.
Contoh: Sejarah Melayu karya datuk Bendahara Paduka Raja alias Tun Sri Lanang
yang ditulis tahun 1612.
c. Kisah
Adalah cerita tentang
cerita perjalanan atau pelayaran seseorang dari suatu tempat ke tempat lain.
Contoh: Kisah Perjalanan Abdullah ke Negeri Kelantan, Kisah Abdullah ke Jedah.
d. Dongeng
Adalah suatu cerita
yang bersifat khayal. Dongeng sendiri banyak ragamnya, yaitu sebagai berikut:
1) Fabel
Adalah cerita lama
yang menokohkan binatang sebagai lambang pengajaran moral (biasa pula disebut
sebagai cerita binatang). Beberapa contoh fabel, adalah Kancil dengan Buaya,
Kancil dengan Harimau, Hikayat Pelanduk Jenaka, Kancil dengan Lembu, Burung
Gagak dan Serigala, Burung Bangau dengan Ketam, Siput dan Burung Centawi.
2) Mite (Mitos)
Adalah cerita-cerita
yang berhubungan dengan kepercayaan terhadap sesuatu benda atau hal yang
dipercayai mempuyai kekuatan gaib. Contoh-contoh sastra lama yang termasuk jenis
mitos, adalah Nyai Roro Kidul, Ki Ageng Selo, Dongeng tentang Gerhana, Dongeng
tentang Terjadinya Padi, Harimau Jadi-Jadian.
3) Legenda
Adalah cerita lama
yang mengisahkan tentang riwayat terjadinya suatu tempat atau wilayah. Contoh:
Legenda Banyuwangi, Tangkuban Perahu.
4) Sage
Adalah cerita lama
yang berhubungan dengan sejarah, yang menceritakan keberanian, kepahlawanan,
kesaktian dan keajaiban seseorang. Beberapa contoh sage, adalah Calon Arang,
Ciung Wanara, Airlangga, Panji.
5) Parabel
Adalah cerita rekaan
yang menggambarkan sikap moral atau keagamaan dengan menggunakan ibarat atau
perbandingan. Contoh: Kisah Para Nabi, Hikayat Bayan Budiman, Mahabarata,
Bhagawagita.
6) Dongeng Jenaka
Adalah cerita tentang
tingkah laku orang bodoh, malas, atau cerdik dan masing-masing dilukiskan
secara humor. Contoh: Pak Pandir, Lebai Malang, Pak Belalang, Abu Nawas.
e. Cerita Berbingkai
Adalah cerita yang di
dalamnya terdapat cerita lagi yang dituturkan oleh pelaku-pelakunya. Contoh:
Seribu Satu Malam.
2. Prosa Baru
Prosa baru adalah
adalah karangan prosa yang timbul setelah mendapat pengaruh sastra atau budaya
Barat.
Bentuk-bentuk prosa
baru:
a. Roman
Roman adalah bentuk
prosa baru yang mengisahkan kehidupan pelaku utamanya dengan segala suka dukanya.
Berdasarkan kandungan
isinya, roman dibedakan atas beberapa macam, antara lain sebagai berikut:
1) Roman Transendensi
Di dalamnya terselip
maksud tertentu, atau yang mengandung pandangan hidup yang dapat dipetik oleh
pembaca untuk kebaikan. Contoh: Layar Terkembang oleh Sutan Takdir Alisyahbana,
Salah Asuhan oleh Abdul Muis, Darah Muda oleh Adinegoro.
2) Roman Sosial
Adalah roman yang
memberikan gambaran tentang keadaan masyarakat. Biasanya yang dilukiskan
mengenai keburukan-keburukan masyarakat yang bersangkutan. Contoh: Sengsara
Membawa Nikmat oleh Tulis Sutan Sati, Neraka Dunia oleh Adinegoro.
3) Roman Sejarah
Adalah roman yang
isinya dijalin berdasarkan fakta historis, peristiwa-peristiwa sejarah, atau
kehidupan seorang tokoh dalam sejarah. Contoh: Hulubalang Raja oleh Nur Sutan
Iskandar, Tambera oleh Utuy Tatang Sontani, Surapati oleh Abdul Muis.
4) Roman Psikologis
Adalah roman yang
lebih menekankan gambaran kejiwaan yang mendasari segala tindak dan perilaku
tokoh utamanya. Contoh: Atheis oleh Achdiat Kartamiharja, Katak Hendak Menjadi
Lembu oleh Nur Sutan Iskandar, Belenggu oleh Armijn Pane.
5) Roman Detektif
Adalah roman yang
isinya berkaitan dengan kriminalitas. Dalam roman ini yang sering menjadi
pelaku utamanya seorang agen polisi yang tugasnya membongkar berbagai kasus
kejahatan. Contoh: Mencari Pencuri Anak Perawan oleh Suman HS, Percobaan Seria
oleh Suman HS, Kasih Tak Terlerai oleh Suman HS.
b. Novel
Novel berasal dari
Italia, yaitu novella yang berarti berita. Novel adalah bentuk prosa baru yang
melukiskan sebagian kehidupan pelaku utamanya yang terpenting, paling menarik
dan yang mengandung konflik. Biasanya novel lebih pendek daripada roman dan
lebih panjang dari cerpen. Contoh: Ave Maria oleh Idrus, Keluarga Gerilya oleh
Pramoedya Ananta Toer, Perburuan oleh Pramoedya Ananta Toer, Ziarah oleh Iwan
Simatupang, Surabaya oleh Idrus.
c. Cerpen
Cerpen adalah bentuk
prosa baru yang menceritakam sebagian kecil dari kehidupan pelakunya yang
terpenting dan paling menarik. Di dalam cerpen boleh ada konflik atau
pertikaian, akan telapi hat itu tidak menyebabkan perubahan nasib pelakunya.
Contoh: Radio Masyarakat oleh Rosihan Anwar, Bola Lampu oleh Asrul Sani, Teman
Duduk oleh Moh. Kosim, Wajah yang Bembah oleh Trisno Sumarjo, Robohnya Surau
Kami oleh A.A. Navis.
d. Riwayat
Riwayat (biografi)
adalah suatu karangan prosa yang berisi pengalaman-pengalaman hidup pengarang
sendiri (otobiografi) atau bisa juga pengalaman hidup orang lain sejak kecil
hingga dewasa atau bahkan sampai meninggal dunia. Contoh: Soeharto Anak Desa,
Prof. Dr. B.I Habibie, Ki Hajar Dewantara.
e. Kritik
Kritik adalah karya
yang menguraikan pertimbangan baik-buruk suatu hasil karya dengan memberi
alasan-alasan tentang isi dan bentuk dengan kriteria tertentu yang sifatnya
objektif dan menghakimi.
f. Resensi
Resensi adalah
pembicaraan / pertimbangan / ulasan suatu karya (buku, film, drama, dll.).
Isinya bersifat memaparkan agar pembaca mengetahui karya tersebut dari berbagai
aspek seperti tema, alur, perwatakan, dialog, dll, sering juga disertai dengan
penilaian dan saran tentang perlu tidaknya karya tersebut dibaca atau
dinikmati.
g. Esai
Esai adalah ulasan /
kupasan suatu masalah secara sepintas lalu berdasarkan pandangan pribadi
penulisnya. Isinya bisa berupa hikmah hidup, tanggapan, renungan, ataupun
komentar tentang budaya, seni, fenomena sosial, politik, pementasan drama,
film, dll. menurut selera pribadi penulis sehingga bersifat sangat subjektif
atau sangat pribadi.
C. Unsur-unsur prosa
1. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik
adalah unsur yang terdapat dalam prosa. Unsur Intrinsik Prosa meliputi:
a. Tema
Tema adalah gagasan,
ide, pikiran utama di dalam sebuah karya sastra. Contoh tema: “Cinta Pertama”,
“Rumah Pohon”, “Lukisan Sang Dewi”
b. Penokohan
Penokohan adalah
pemberian watak terhadap pelaku-pelaku cerita dalam sebuah karya sastra.
Tokoh cerita terdiri
atas:
1) Tokoh Protagonis
Adalah tokoh dalam
karya sastra yang memegang peranan baik.
2) Tokoh Antagonis
Adalah tokoh dalam
karya sastra yang merupakan penantang dari tokoh utama, biasanya memegang
peranan jahat.
3) Tokoh Tambahan
Adalah tokoh yang
tidak memegang peranan dan tidak mengucapkan sepatah katapun, bahkan dianggap
tidak penting sebagai individu.
c. Latar atau Setting
Latar atau setting
adalah bagian dari sebuah prosa yang isinya melukiskan tempat cerita terjadi
dan menjelaskan kapan cerita itu berlaku.
Macam-macam Setting:
1) Tempat
Di rumah, di sekolah,
di jalan.
2) Waktu
Pagi hari, siang
hari, sore hari.
3) Suasana
Sedih, senang,
tegang.
d. Alur
Alur adalah rangkaian
peristiwa atau jalinan cerita dari awal sampai kimaks serta penyelesaian.
Macam-macam alur:
1) Alur mundur
Rangkaian peristiwa
dari masa kini ke masa lalu.
2) Alur maju
Rangkaian peristiwa dari
masa lalu ke masa kini.
3) Alur gabungan
Gabungan dari alur
maju dan alur mundur secara bersama-sama.
Dan secara umum alur
terbagi ke dalam bagian-bagian berikut:
1) Pengenalan situasi
Memperkenalkan para
tokoh, menata adegan dan hubungan antar tokoh.
2) Pengungkapan peristiwa
Mengungkap peristiwa
yang menimbulakan berbagai masalah.
3) Menuju adanya konflik
Terjadi peningkatan
perhatian ataupun keterlibatan situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran
tokoh.
4) Puncak konflik
Dapat disebut juga
klimaks, dan pada bagian ini dapat ditentukan perubahan nasib beberapa tokoh.
5) Penyelesaian
Sebagai akhir cerita
dan berisi penjelasan tentang nasib para tokohnya setelah mengalami peristiwa
puncak.
e. Amanat
Amanat adalah pesan
yang ingin disampaikan oleh pengarang terhadap pembaca melalui karyanya, yang
akan disimpan rapi dan disembunyikan pengarang dalam keseluruhan cerita.
f. Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah
bahasa yang digunakan pengarang dalam menulis cerita yang berfungsi untuk menciptakan
hubungan antara sesama tokoh dan dapat menimbulkan suasana yang tepat guna,
adegan seram, cinta ataupun peperangan maupun harapan.
g. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah
pandangan pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita.
Macam-macam sudut
pandang:
1) Orang pertama
Pengarang menjadi
pelaku utama dan memakai istilah “Aku” dan “Saya”.
2) Orang ketiga
Pengarang yang
menceritakan ceritanya atau berperan sebagai pengamat dan menggunakan istilah
“Dia”, ”Ia”, atau nama orang.
2. Unsur Ekstrinsik
Unsur yang terdapat
di luar karya sastra. Unsur ekstrinsik prosa meliputi:
a. Latar Belakang Sosiologis Sastrawan
1) Asal sosial
Lingkungan tempat
sastrawan tinggal atau dibesarkan.
2) Kelas sosial
Kedudukan sastrawan
di dalam masyarakat.
3) Jenis kelamin
Sastrawan maupun
sastrawati.
4) Umur
Masa remaja, dewasa
dan menjelang tua.
5) Pendidikan
Pendidikan formal
maupun informal.
6) Pekerjaan
Profesi lain dari
seorang sastrawan.
b. Latar Belakang Psikologis Sastrawan
1) Pengetahuan
Persepsi, apersepsi,
pengamatan, konsep dan fantasi.
2) Perasaan
Kesadaran untuk
menilai keadaan positif atau negatif.
3) Dorongan naluri
Ketuhanan,
mempertahankan hidup, seks, mencari makan, berinteraksi, meniru, berbakti dan
keindahan.
c. Latar Belakang Kebahasaan dan Kesastraan Sastrawan
1) Bahasa natural
Bahasa yang digunakan
di dalam karya sastra adalah bahasa yang juga dikenal oleh masyarakat.
2) Bahasa individualisme
Bahasa yang hanya
dimiliki oleh sastrawan untuk menggali lebih dalam makna, menambah makna atau
pun mengasingkan dari makna yang dipakai oleh masyarakat.
Prosa adalah seluruh hasil karya sastra lisan dan tulisan yang panjang, baik yang berbentuk cerita ataupun bukan cerita. Dalam prosa, bahasa dipahami dalam pengertian denotatif, sesuai dengan makna leksikalnya
fungsi
prosa :
1. fungsi
moral, yaitu melalui prosa dapat dipahami suatu nilai-nilai yang baik dan buruk
2. fungsi
didaktif, prosa memiliki nilai pembelajaran bagi pembacanya, artinya
prosa dapat dijadikan objek pembelajaran untuk dapat dipahami dan dikaji
ataupun diterapkan nilai-nilainya pada kehidupan yang sebenarnya.
3. fungsi
budaya, prosa merupakan hasil cipta, karya, dan karsa seseorang yang
berperan dalam pelestarian dan pengembangan hasil hasil cipta manusia.
4. fungsi
hiburan, prosa memberikan keindahan bagi penggiat prosa karena memiliki nilai
estetika yang meliputi keselarasan, keserasian, dan keseimbangan
Hakikat
prosa
·
merupakan suatu karangan cerita
·
memiliki unsur intrinsik tema, alur, penokohan,
amanat, setting, sudut pandang
·
mamiliki unsur ekstrinsik, yaitu meliputi nilai moral,
nilai agama, nilai sosial, nilai budaya, nilai ekonomi
perbedaan Prosa dan Puisi
Apakah bedanya prosa dan
puisi?! Dengan singkat bisa dikatakan
bahwa prosa adalah pengucapan dengan pikiran dan puisi ialah pengucapan dengan
perasaan. Bahasa ilmu pengetahuan ialah prosa. Di situlah pikiran dikemukakan
dan pikiran yang menerima. Orang yang mengajarkan matematik misalnya
tidak akan mengemukakan perasaannya; contoh: 1 + 1 = 2. Orang harus
menerimanya saja tanpa merasakan keharuan.
Apakah prosa yang
bersifat kesusasteraan?! Prosa baru bersifat kesusasteraan apabila memenuhi
syarat kesenyawaan yang harmonis antara bentuk dan isi. Prosa biasa adalah
laksana angka-angka yang berisi pengertian yang tetap, prosa kesusasteraan
laksana manusia hidup, kesatuan tubuh dan jiwa, pikiran dan perasaan yang
mengungkapkan yang serba mungkin. Perasaan itu lebih-lebih terkandung dalam
puisi, tapi puisi yang baikpun tidak hanya sekedar perasaan belaka
juga mengandung pemikiran dan tanggapan.
Menurut ensiklopedi bang
Wilki:
Prosa adalah
suatu jenis tulisan yang dibedakan dengan puisi karena
variasi ritme (rhythm) yang
dimilikinya lebih besar, serta bahasanya yang lebih sesuai dengan arti
leksikalnya. Kata prosa berasal dari bahasa Latin “prosa” yang artinya “terus terang”. Jenis tulisan
prosa biasanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide. Karenanya,
prosa dapat digunakan untuk surat kabar, majalah, novel, ensiklopedia, surat,
serta berbagai jenis media lainnya. Prosa juga dibagi dalam
dua bagian,yaitu prosa lama dan prosa baru, prosa
lama adalah prosa bahasa indonesia yang belum terpengaruhi budaya barat dan prosa baru ialah prosa yang dikarang bebas tanpa
aturan apa pun.
Prosa biasanya dibagi
menjadi empat jenis: prosa naratif, prosa deskriptif, prosa eksposisi, dan prosa
argumentatif.
Puisi
[n] (1) ragam sastra yg bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan lirik dan bait; (2) gubahan dl bahasa yg bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus; (3) sajak
[n] (1) ragam sastra yg bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan lirik dan bait; (2) gubahan dl bahasa yg bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus; (3) sajak
Didalam puisi, pikiran
dan perasaan menyatu seolah-olah bersayap terbang belanglang buana ke
arah yang mereka suka membawa luapan emosi dan akhirnya, membuafhkan
suatu karya dengan keindahan gaya bahasa bagaikan bunyi dan lagu
dengan tekanan suara (ritme) tertentu.
Puisi dibanding prosa
adalah seperti orang menari dan berjalan biasa , atau seperti orang bernyanyi
dan bicara biasa. Puisi tidak mengabdi kepada otak yang berpikir melainkan
perasaan yang berbicara dan ini dapat menyentuh siapapun yang membaca atau
mendengarkannya.
Kelebihan penyair dalam
mempergunakan bahasa ialah bahwa ia menjiwai perkataan yang dilontarkannya,
pemilihan kata-kata yang menarik dengan meng-kombinasikan kata-kata tersebut
sehingga melahirkan kalimat yang indah enak didengar serta menyentuh perasaan
yang dapat menyegarkan suasana.
Mohon di koreksi bila ada
kekeliruan atau ditambahkan bila dirasakan masih kurang.
Jakarta, 01 Pebruari,
2011
Wass.
Ririn
Mei 4th, 2013
CIRI-CIRI PROSA
Ciri-ciri prosa
secara umum sebagai berikut:
a. Bentuknya bebas
Prosa
memiliki bentuk yang tidak terikat oleh bait, rima, baris. Bentuk prosa umumnya
dalam bentuk rangkaian kalimat-kalimat yang membentuk paragraf-paragraf seperti
dongeng, tambo, hikayat, dsb.
b. Bahasa
bahasa dalam prosa dipengaruhi oleh bahasa lain baik
Melayu maupun bahasa barat.
c. Tema
Prosa memiliki tema sebagai dasar masalah yang akan
dibahas baik istanasentris (dulu) maupun masyarakatsentris (sekarang).
d. Perkembangan
Perkembangan prosa dipengaruhi oleh perkembangan
masyarakat yang statis maupun dinamis.
e. Pengarang
Prosa memiliki pengarang baik yang diketahui ataupun
yang tidak (anonim).
f. Cara penyajian
Prosa dapat disajikan baik dalam bentuk lisan maupun
tertulis.
g. Pesan/amanat
Prosa memiliki pesan moral yang akan disampaikan
kepada pembaca atau pendengar.
h. Urutan peristiwa atau kejadian
Prosa
memiliki alur atau jalan cerita dalam menggambarkan suatu kejadian baik itu
alur maju, mundur ataupun campuran.
i. Tokoh cerita
Dalam
prosa menggunakan tokoh baik itu tumbuhan, hewan maupun manusia yang
diceritakan di dalamnya.
j. Latar/setting
Dalam
menceritakan suatu kejadian dalam prosa menggunakan latar baik itu latar waktu,
latar tempat maupun suasana.
1. PROSA LAMA
Prosa lama memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Bersifat statis
Prosa
lama memiliki bentuk sama, pola-pola
kalimatnya sama, banyak kalimat dan ungkapan yang sama, tema ceritanya sama
sesuai dengan perkembangan masyarakat yang lambat.
b. Diferensiasi sedikit
Cerita
lama pada umumnya merupakan ikatan unsur-unsur yang sama karena perhubungan
beberapa unsur kuat sekali.
c. Bersifat tradisional
Prosa
lama bersifat tradisional, kalimat-kalimat dan ungkapan-ungkapan yang sama
terdapat dalam cerita-cerita yang berlainan, bahkan di dalam satu cerita juga
sering diulang.
d. Terbentuk oleh masyarakat dan hidup di tengah-tengah
masyarakat (anonim)
Prosa
lama merupakan milik bersama yaitumenggambarkan tradisi masyarakat yang lebih
menonjolkan kekolektifan daripada keindividualan. Sebagai akibat logisnya,
sastra lama dianggap milik bersama (kolektif). Hasil
sastra dalam kesusastraan lama tidak diketahui siapa pengarangnya. apabila
dicantumkan suatu nama, itu hanya nama penyadur dan bukan nama pengarang yang
sebenarnya. Sebab cerita lama itu hidup di tengah-tengah masyarakat yang
diceritakan secara turun-temurun.
e. Tidak mengindahkan sejarah atau perhitungan tahun
Sejarah
menurut pengertian lama adalah karangan tentang asal usul raja dan kaum
bangsawan dan kejadian-kejadian yang penting, tanpa memperhatikan perurutan
waktu dan kejadian-kejadiannya (tidak kronologis) sehingga alur cerita sulit
dipahami. Nama-nama tempat terjadinya perisitiwa juga tidak jelas.
f. Bahasanya menunjukkan bentuk-bentuk yang tradisional
Bahasanya
bersifat klise, bahasanya dipengaruhi oleh kesustraan Budha dan Hindu yang
sulit untuk dipahami dan dipengaruhi bahasa melayu.
Banyak
memakai kata penghubung yang menyatakan urutan peristiwa, misalnya: harta, syahdan,
maka, arkian, sebermula, dan lalu.
Banyak
memakai bentuk yang tetap sehingga terdapat banyak pengulangan kata, misalnya:
Kata sahibul hikayat, ada sebuah negeri di tanah Andalas Palembangnamanya,
Demang Lebar Daun nama rajanya, asalnya
daripada anak cucu Raja Sulan, Muara Tatang namasungainya. (dari Sejarah Melayu)
Banyak
memakai bentuk partikel pun dan lah
Banyak
memakai kalimat inversi, misalnya: Syahdan maka bertemulah rakyat Siam dengan
rakyat Keling, lalu berperang. Lalu diceritakanlah segala kelakuan tuan putri
dengan nahkoda itu.
g. Istanasentris
Ceritanya
mengenai raja-raja dengan istananya, pemerintahannya, orang bawahannya, dan
lain-lain. Tidak pernah menceritakan orang pada umumnya, bila ada, yang
diceritakan adalah orang yang luar biasa. Misalnya, orang yang sangat dungu
atau yang sangat cerdik dan orang yang selalu malang.
h. Bersifat lisan dan tertulis
Sastra lama bersifat lisan, disampaikan dari generasi
ke generasi secara lisan, dari mulut ke mulut (leluri) meskipun ada yang
disampaiakn dalam bentuk tulisan.
i. Sifatnya fantasis tau khayal
Hampir seluruhnya berbentuk hikayat, tambo atau
dongeng. Pembaca dibawa ke dalam khayal dan fantasi.
j. Tokoh yang digunakan adalah manusia, hewan dan
tumbuhan
k. Amanat/isi/pesan
Mite, legenda, pendidikan, pelipur lara dan
kepahlawanan
2. PROSA BARU
Prosa baru memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Bersifat dinamis
Prosa baru bersifat dinamis yang senantiasa berubah
sesuai dengan perkembangan
masyarakat yang cepat. Unsur-unsur yang membentuk prosa mengalami perkembangan
dari masa ke masa.
b. Masyarakatnya sentris
Pokok
cerita yang terdapat dalam prosa baru mengambil bahan atau kejadian dari
kehidupan masyarakat sehari-hari yaitu hal
yang biasa terjadi di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat.
c. Bersifat Rasional
Bentuknya roman, cerpen, novel, kisah, drama yang
berjejak di dunia yang nyata
berdasarkan kebenaran dan kenyataan.
d. Bahasa tidak bersifat klise dan dipengaruhi oleh
kesusastraan Barat.
e. Diketahui siapa pengarangnya karena dinyatakan
dengan jelas.
Pembuat prosa baru dinyatakan secara jelas dalam
sehingga prosa bukan milik bersama masyarakat namun milik perorangan.
f. Tertulis.
Prosa baru bersifat tertulis yang disampaikan dalam
bentuk tulisan.
g. Bersifat modern/ tidak tradisional.
Unsur-unsur dalam prosa mengenai hal-hal yang terjadi
pada masa sekarang (modern).
h. Memperhatikan urutan peristiwa
Dalam menggambarkan suatu keadaan disesuaikan dengan
urutan kejadian sehingga alur yang digunakan dapat mudah dipahami.
i. Tokoh yang digunakan umumnya manusia.
Unsur-unsur Intrinsik dalam Prosa 29 Juli, 2009
Posted by
abdurrosyid in Hobiku Menulis.
Tags: alur, amanat, cerpen, gaya bahasa, intrinsik, latar, novel, plot, prosa,setting, sudut pandang, tema, tokoh, unsur
trackback
Tags: alur, amanat, cerpen, gaya bahasa, intrinsik, latar, novel, plot, prosa,setting, sudut pandang, tema, tokoh, unsur
trackback
Yang dimaksud unsur-unsur intrinsik dalam
sebuah karya sastra adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat
ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri. Untuk karya sastra dalam
bentuk prosa, seperi roman, novel, dan cerpen, unsur-unsur intrinsiknya ada
tujuh: 1) tema, 2) amanat, 3) tokoh, 4) alur (plot), 5) latar (setting), 6)
sudut pandang, dan 7) gaya bahasa.
1. Tema
Gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari
suatu karya sastra disebut tema. Atau gampangnya, tema adalah sesuatu yang
menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau sesuatu yang menjadi
pokok masalah dalam cerita.
Tema merupakan jiwa dari seluruh bagian cerita.
Karena itu, tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita. Tema dalam banyak
hal bersifat ”mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik serta
situasi tertentu, termasuk pula berbagai unsur intrinsik yang lain.
Tema ada yang dinyatakan secara eksplisit
(disebutkan) dan ada pula yang dinyatakan secara implisit (tanpa disebutkan
tetapi dipahami).
Dalam menentukan tema, pengarang dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain: minat pribadi, selera pembaca, dan keinginan
penerbit atau penguasa.
Dalam sebuah karya sastra, disamping ada tema
sentral, seringkali ada pula tema sampingan. Tema sentral adalah tema yang
menjadi pusat seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita. Adapun tema sampingan
adalah tema-tema lain yang mengiringi tema sentral.
2) Amanat
Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang
ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Sebagaimana tema, amanat
dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral
atau pesan dalam tingkah laku atau peristiwa yang terjadi pada tokoh menjelang
cerita berakhir, dan dapat pula disampaikan secara eksplisit yaitu dengan
penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, atau larangan yang
berhubungan dengan gagasan utama cerita.
3) Tokoh
Tokoh adalah individu ciptaan/rekaan pengarang
yang mengalami peristiwa-peristiwa atau lakuan dalam berbagai peristiwa cerita.
Pada umumnya tokoh berwujud manusia, namun dapat pula berwujud binatang atau
benda yang diinsankan.
Tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh
sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral adalah tokoh yang banyak mengalami
peristiwa dalam cerita.
Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu:
Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.
Tokoh sentral protagonis, yaitu tokoh yang
membawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai positif.
2.
Tokoh sentral antagonis, yaitu tokoh yang
membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan
nilai-nilai negatif.
Adapun tokoh bawahan adalah tokoh-tokoh yang
mendukung atau membantu tokoh sentral. Tokoh bawahan dibedakan menjadi tiga,
yaitu:
1.
Tokoh andalan. Tokoh andalan adalah tokoh
bawahan yang menjadi kepercayaan tokoh sentral (baik protagonis ataupun
antagonis).
2.
Tokoh tambahan. Tokoh tambahan adalah tokoh
yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita.
3.
Tokoh lataran. Tokoh lataran adalah tokoh yang
menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar cerita saja.
Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan
penciptaan citra tokoh. Ada dua metode penyajian watak tokoh, yaitu:
1.
Metode analitis/langsung/diskursif, yaitu
penyajian watak tokoh dengan cara memaparkan watak tokoh secara langsung.
2.
Metode dramatik/tak langsung/ragaan, yaitu
penyajian watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan lakuan tokoh yang
disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari penampilan fisiknya serta dari
gambaran lingkungan atau tempat tokoh.
Adapun menurut Jakob Sumardjo dan Saini KM, ada
lima cara menyajikan watak tokoh, yaitu:
1.
Melalui apa yang diperbuatnya, tindakan-tindakannya,
terutama bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
2.
Melalui ucapana-ucapannya. Dari ucapan kita
dapat mengetahui apakah tokoh tersebut orang tua, orang berpendidikan, wanita
atau pria, kasar atau halus.
3.
Melalui penggambaran fisik tokoh.
4.
Melalui pikiran-pikirannya
5.
Melalui penerangan langsung
4) Alur (Plot)
Alur adalah urutan atau rangkaian peristiwa
dalam cerita. Alur dapat disusun berdasarkan tiga hal, yaitu:
1.
Berdasarkan urutan waktu terjadinya
(kronologi). Alur yang demikian disebut alur linear.
2.
Berdasarkan hubungan sebab akibat (kausal).
Alur yang demikian disebut alur kausal.
3.
Berdasarkan tema cerita. Alur yang demikian
disebut alur tematik. Dalam cerita yang beralur tematik, setiap peristiwa
seolah-olah berdiri sendiri. Kalau salah satu episode dihilangkan cerita
tersebut masih dapat dipahami.
Adapun struktur alur adalah sebagai berikut:
1.
Bagian awal, terdiri atas: 1) paparan
(exposition), 2) rangsangan (inciting moment), dan 3) gawatan (rising action).
2.
Bagian tengah, terdiri atas: 4) tikaian
(conflict), 5) rumitan (complication), dan 6) klimaks.
3.
Bagian akhir, terdiri atas: 7) leraian (falling
action), dan 8- selesaian (denouement).
Dalam membangun alur, ada beberapa faktor
penting yang perlu diperhatikan agar alur menjadi dinamis. Faktor-faktor
penting tersebut adalah:
1.
Faktor kebolehjadian. Maksudnya,
peristiwa-peristiwa cerita sebaiknya tidak selalu realistik tetapi masuk akal.
2.
Faktor kejutan. Maksudnya, peristiwa-peristiwa
sebaiknya tidak dapat secara langsung ditebak / dikenali oleh pembaca.
3.
Faktor kebetulan. Yaitu peristiwa-peristiwa
tidak diduga terjadi, secara kebetulan terjadi.
Kombinasi atau variasi ketiga faktor
tersebutlah yang menyebabkan alur menjadi dinamis.
Adapun hal yang harus dihindari dalam alur
adalah lanturan (digresi). Lanturan adalah peristiwa atau episode yang tidak
berhubungan dengan inti cerita atau menyimpang dari pokok persoalan yang sedang
dihadapi dalam cerita.
5. Latar (setting)
Latar adalah segala keterangan, petunjuk,
pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, suasana, dan situasi terjadinya
peristiwa dalam cerita. Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok:
a. Latar tempat, mengacu pada lokasi terjadinya
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
b. Latar waktu, berhubungan dengan masalah
‘kapan’ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya
fiksi.
c. Latar sosial, mengacu pada hal-hal yang
berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
dalam karya fiksi. Latar sosial bisa mencakup kebiasaan hidup, adat istiadat,
tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, serta status
sosial.
6. Sudut pandang (point of view)
Sudut pandang adalah cara memandang dan
menghadirkan tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi
tertentu. Dalam hal ini, ada dua macam sudut pandang yang bisa dipakai:
a. Sudut pandang orang pertama (first person
point of view)
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan
sudut pandang orang pertama, ‘aku’, narator adalah seseorang yang ikut terlibat
dalam cerita. Ia adalah si ‘aku’ tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran
dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa atau tindakan, yang diketahui, dilihat,
didengar, dialami dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain
kepada pembaca. Jadi, pembaca hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas
seperti yang dilihat dan dirasakan tokoh si ‘aku’ tersebut.
Sudut pandang orang pertama masih bisa
dibedakan menjadi dua:
1.
‘Aku’ tokoh utama. Dalam sudut pandang teknik
ini, si ‘aku’ mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya,
baik yang bersifat batiniyah, dalam diri sendiri, maupun fisik, dan hubungannya
dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si ‘aku’ menjadi fokus pusat kesadaran,
pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si ‘aku’, peristiwa, tindakan,
dan orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di samping
memiliki kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam
cerita yang demikian, si ‘aku’ menjadi tokoh utama (first person central).
2.
‘Aku’ tokoh tambahan. Dalam sudut pandang ini,
tokoh ‘aku’ muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan
(first pesonal peripheral). Tokoh ‘aku’ hadir untuk membawakan cerita kepada
pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian ”dibiarkan” untuk
mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan
berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang
lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan
tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si ‘aku’ tambahan tampil
kembali, dan dialah kini yang berkisah. Dengan demikian si ‘aku’ hanya tampil
sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh
orang lain. Si ‘aku’ pada umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.
b. Sudut pandang orang ketiga (third person
point of view)
Dalam cerita yang menpergunakan sudut pandang
orang ketiga, ‘dia’, narator adalah seorang yang berada di luar cerita, yang
menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia,
dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama, kerap atau terus
menerus disebut, dan sebagai variasi dipergunakan kata ganti.
Sudut pandang ‘dia’ dapat dibedakan ke dalam
dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap
bahan ceritanya:
1.
‘Dia’ mahatahu. Dalam sudut pandang ini,
narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh ‘dia’
tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu (omniscient). Ia
mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk
motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja
dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari tokoh ‘dia’ yang satu
ke ‘dia’ yang lain, menceritakan atau sebaliknya ”menyembunyikan” ucapan dan
tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan
motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan nyata.
2.
‘Dia’ terbatas (‘dia’ sebagai pengamat). Dalam
sudut pandang ini, pengarang mempergunakan orang ketiga sebagai pencerita yang
terbatas hak berceritanya, terbatas pengetahuannya (hanya menceritakan apa yang
dilihatnya saja).
7. Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah teknik pengolahan bahasa
oleh pengarang dalam upaya menghasilkan karya sastra yang hidup dan indah.
Pengolahan bahasa harus didukung oleh diksi (pemilihan kata) yang tepat. Namun,
diksi bukanlah satu-satunya hal yang membentuk gaya bahasa.
Gaya bahasa merupakan cara pengungkapan yang
khas bagi setiap pengarang. Gaya seorang pengarang tidak akan sama apabila
dibandingkan dengan gaya pengarang lainnya, karena pengarang tertentu selalu
menyajikan hal-hal yang berhubungan erat dengan selera pribadinya dan
kepekaannya terhadap segala sesuatu yang ada di sekitamya.
Gaya bahasa dapat menciptakan suasana yang
berbeda-beda: berterus terang, satiris, simpatik, menjengkelkan, emosional, dan
sebagainya. Bahasa dapat menciptakan suasana yang tepat bagi adegan seram,
adegan cinta, adegan peperangan dan lain-lain.